Teriakan sejumlah kalangan agar Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (RUU PT) segera dibahas di parlemen seperti tidak ada gemanya. Alih-alih masuk prioritas, RUU itu bahkan belum dibahas secara intensif oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Padahal, itu sangat penting mengingat pengadilan tipikor berkaitan dengan eksistensi KPK dan pemberantasan korupsi. Di sisi lain, DPR terlihat begitu bersemangat ketika membahas paket RUU bidang politik, RUU tentang pemekaran wilayah, dan RUU MA.
Setelah mendapati kenyataan buruk dari penyelenggaraan ibadah haji tahun ini, akhirnya 121 anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI berniat mengajukan hak angket kepada pemerintah. Tentu saja langkah ini perlu didukung, meskipun sejatinya tindakan ini sudah agak terlambat, mengingat persoalan buruknya kualitas penyelenggaraan ibadah haji oleh Departemen Agama sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu.
Rezim pemberantasan korupsi Indonesia sejak dulu sehingga saat ini pada dasarnya adalah sebuah keseimbangan, ketika penerima uang dan pemberi uang sama-sama dipersalahkan. Penerima uang tentunya adalah aparat atau pejabat pemerintah.
Beberapa tahun belakangan, perkara korupsi yang terungkap mengalami inflasi. Perkara korupsi yang terungkap tidak lagi hanya terpusat di daerah, tapi juga mengalami divergensi ke daerah-daerah. Fakta ini tentunya bukan sekadar untuk mengatakan bahwa penguatan otonomi daerah telah memperlebar kemungkinan tindakan-tindakan koruptif, melainkan juga menjadi gambaran semakin lebarnya efek pemberantasan korupsi hingga ke berbagai daerah.
Berdasar permintaan Ditjen Pajak, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mewajibkan agar peyumbang parpol bernilai di atas Rp 20 juta mencantumkan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Pro-kontra pun bermunculan. Yang mendukung (terutama ICW dan PPATK) berpendapat bahwa pencantuman NPWP akan menjamin transparansi dan mencegah pencucian uang (money laundering).
Semakin mendekati bulan April 2009, semakin nyaring suara rakyat yang menyatakan ketidakpedulian terhadap pemilu. Pemilu yang awalnya disambut dengan penuh gairah dan harapan perubahan dikhawatirkan hanya penuh tebaran retorika ikrar politik para elite.
Pada perayaan Hari AntiKorupsi Internasional (9/12) di Lapangan Monas, Kejaksaan Agung menyampaikan laporan penanganan tindak pidana korupsi dan uang negara yang berhasil diselamatkan. Tercantum, di tahap penyidikan, kejaksaan telah menangani 3.143 perkara dari tahun 2004–November 2008.
Pernyataan Jusuf Kalla bahwa Bakrie adalah salah satu penyumbang dana kampanye pasangan calon presiden-calon wakil presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) pada Pemilu 2004 cukup menarik untuk disikapi secara kritis. Pernyataan ini di satu sisi dapat dianggap sebuah konfirmasi. Di sisi lain, ia dapat juga dikaitkan dengan kepentingan Jusuf Kalla atau Partai Golkar terkait dengan bantuan dana untuk Pemilu 2009.
Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia digelar di Lapangan Monas, Jakarta (9/12/2008). Acara itu dihadiri Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Presiden Yudhoyono.
Praktik korupsi di Indonesia sudah di luar nalar sehat. Korupsi itu bukan hanya dilihat dari miliaran rupiah yang dicuri, melainkan pelakunya juga orang-orang terhormat di lembaga kenegaraan dan pemerintahan.