Irawady Joenoes akhirnya menjadi berita karena sebagai seorang pemimpin Komisi Yudisial, ia tertangkap basah menerima uang haram Rp 600 juta dan 30.000 dollar AS dari rekanan Komisi Yudisial.
Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Muzayyin Mahbub dan Kepala Biro Umum Komisi Yudisial Danardhono terkait dengan kasus dugaan suap pengadaan tanah untuk kantor Komisi Yudisial (KY) kemarin.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiequrachman Ruki mengatakan 36,18 persen dari 114.844 aparatur negara belum melaporkan hasil kekayaannya.
Sulitnya menemukan fakta untuk menyeret Pak Harto, yang juga dijadikan MA alasan menuntut Rp 1 triliun kepada majalah Time dan penemuan fakta yang (kelihatan) begitu jelas dalam kasus Irawady Joenoes, menarik disimak.
Lalu muncul pertanyaan, apakah fakta menjadi satu-satunya acuan?
Juru bicara Fraksi Kebangkitan Bangsa, Ali Masykur Musa, mengusulkan agar ada pengaturan batas atas belanja kampanye. Pembatasan ini bertujuan menghindari dominasi partai tertentu berkampanye di media massa.
Semua tudingan soal penggelembungan dana sudah clear.
Para pemimpin Dewan Perwakilan Rakyat dan fraksi sepakat mendukung Badan Kehormatan mengusut kasus masa lalu yang terjadi di DPR. Salah satu kasus yang terjadi pada periode 1999-2004 adalah dugaan penyuapan yang dilakukan Bank Indonesia terhadap Komisi Perbankan DPR. Pimpinan DPR dan fraksi sudah memberikan izin pengusutan kasus masa lalu, kata Wakil Ketua Badan Kehormatan DPR Gayus Lumbuun saat dihubungi kemarin.
Senin (8/10) ini, Komisi Pemberantasan Korupsi akan meminta keterangan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial Muzayyin Mahbub. KPK juga meminta keterangan Kepala Biro Umum KY Danardono.
Satu per satu dugaan korupsi di lingkungan badan usaha milik negara (BUMN) masuk ke Gedung Bundar, Kejaksaan Agung (Kejagung). Setelah Bank Mandiri dan Perum Bulog, kali ini giliran dugaan korupsi miliaran rupiah di tubuh perusahaan jasa pengiriman, PT Pos Indonesia.