Rakyatnya miskin, pemimpinnya main gitar, nyanyi-nyanyi.
Dua pejabat teras Kota Medan, Wali Kota Abdillah dan Wakil Wali Kota Ramli, Kamis (13/12), ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Mereka diduga terlibat dalam dugaan penyelewengan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD Kota Medan, Sumatera Utara, tahun 2002-2006.
Bantuan hukum hakikatnya adalah hak seseorang untuk mendapat pembelaan jika dituduh bersalah. Namun, apakah menjadi kewajiban lembaga membela habis-habisan mantan pejabatnya yang terbelit pelanggaran pidana, dengan menggunakan sumber pendanaan lembaganya atau lembaga lain yang terkait?
Mantan anggota Komisi IX dari Fraksi Partai Golkar, Antony Zeidra Abidin, meminta Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat atau BK DPR menyelidiki kasus aliran dana Bank Indonesia atau BI secara proporsional. Apabila bersungguh-sungguh, ia menantang BK memanggil petinggi Dewan saat itu.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbang) Kota Surabaya Suyitno Miskal diadili di Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus dugaan penyelewengan dana bantuan kepada partai politik sebesar Rp 1,67 miliar kemarin. Dia disidang bersama Kepala Bidang Hubungan Antarlembaga Bakesbang Gelar Tjahjo Noegroho.
Hasil survei Transparency International Indonesia (TII) bisa jadi merupakan tamparan sangat keras ke wajah Polri. Survei TII itu memang mengandung kelemahan mendasar, karena sebatas mengukur persepsi publik, bukan berdasarkan data konkret tentang korupsi yang ada pada institusi-institusi yang menjadi objek survei.
Dua pegawai Badan Pertanahan Nasional atau BPN Kabupaten Bogor mengaku pernah menerima uang dari H Beni, staf notaris Feni Sulisfadarti, yang sedang memproses sertifikat tanah yang dibeli oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir atau Bapeten.
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Rabu (12/12), menahan pimpinan proyek pengadaan mobil pemadam kebakaran Provinsi Kalimantan Timur, Ismet Rusdani. KPK menemukan adanya dugaan korupsi dalam proyek tersebut sehingga mengakibatkan kerugian negara Rp 17,12 miliar.
Mantan Duta Besar RI untuk Malaysia Hadi A Wayarabi Al Hadar dituntut 2,5 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp 7,571 miliar. Adapun Kepala Bidang Imigrasi Kedutaan Besar RI di Malaysia Suparba W Amiarsa dituntut 2,5 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp 6,373 miliar.