Di tengah derasnya wacana suap-menyuap terkait tertangkap tangan jaksa Urip Tri Gunawan (UTG) yang menangani kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), saya tertarik untuk ikut urun rembuk.
Kasus tertangkapnya seorang jaksa (sebut saja UTG) berbuntut kecurigaan, karena pemberi uang bukan sembarang orang melainkan ART, yang memiliki posisi penting di dalam perusahaan milik SYN, konglomerat Indonesia yang dikenal luas dan secara kebetulan pemilik BDNI yang terlibat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Adapun UTG adalah Ketua Tim II BLBI Kejaksaan Agung. Yang lebih menarik perhatian masyarakat luas dan mencengangkan, kisah tertangkap tangan tersebut terjadi tiga hari setelah Kejaksaan Agung mengumumkan penghentian penyelidikan kasus BLBI.
Penuntasan kasus korupsi yang dilakukan oleh KPK selalu menarik perhatian publik. Tentu saja, karena KPK saat ini masih menjadi lembaga yang diharapkan mampu memberantas korupsi yang sudah memasuki semua lini. Dan tentunya setelah kepercayaan publik terhadap institusi penyidik kejaksaan dan kepolisian merosot.
Sayangnya, meski harapan masyarakat cukup tinggi terhadap KPK, harapan itu belum mampu dijawab secara memuaskan. Alhasil, kritik masih cukup banyak dilontarkan. Dalam pemberantasan korupsi KPK masih dinilai tebang pilih. Kewenangan khusus yang dimiliki KPK pun masih dikhawatirkan hanya menjadi sarana balas dendam.
Komisi Pemberantas Korupsi akan memeriksa mantan Kepala Badan Perencanaan Perbankan Nasional Glenn Mohammad Yusuf. Pemeriksaan ini terkait penyidikan dugaan suap ketua tim jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Urip Tri Gunawan.
Kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI dinilai tidak hanya terkait pelanggaran pidana, tetapi juga tergolong pelanggaran hak asasi manusia di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial. Alasannya, dana senilai Rp 147 triliun yang macet seharusnya bisa dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat, membangun fasilitas pendidikan, dan pemerataan kerja.
Selama setahun 2007 kinerja Timtastipikor, Tim Pemburu Koruptor dan Kejaksaan Agung dinilai gagal menjalankan tugasnya.
Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Fahmi Idris mangkir, tak memenuhi panggilan jaksa penuntut umum, menjadi saksi dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek audit investigatif tenaga kerja asing tahun 2004 di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.