SBY Nilai, Penyimpangan Keimigrasian Sangat Serius
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali mengungkap kebobrokan Ditjen Imigrasi. Penggelapan dana fiskal, misalnya, dianggap sebagai kebiasaan yang jamak. Karena itu, negara dirugikan hingga Rp 1 triliun per tahun.
Tiga belas Kapolda baru yang dilantik kemarin ditugasi secara khusus untuk memberantas korupsi. Tindakan tersebut harus dimasukkan dalam prioritas program kerja. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membersihkan lingkungan internal mereka.
Muslim Hasan, Direktur CV Amalia, mengungkapkan bahwa pengadaan buku Komisi Pemilihan Umum tidak melalui tender.
Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan memastikan tidak akan memenuhi panggilan Komisi Yudisial pada 22 Desember.
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menangkap enam pelaku penggelapan fiskal.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin meminta Direktorat Jenderal Imigrasi, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, diperiksa secara menyeluruh.
Sejumlah peristiwa yang mencoreng muka Mahkamah Agung, memunculkan keprihatinan di kalangan para mantan hakim. Terungkapnya kasus penyuapan di lembaga tinggi negara itu menunjukkan, ada oknum yang bertugas di badan peradilan yang memiliki perilaku tercela. Kalau tidak segera ditindaklanjuti, dikhawatirkan hal itu akan mencederai kepercayaan masyarakat.
Aib dalam system pengembanan hukum kita semakin memprihatinkan. Para pihak yang diduga terlibat dalam skandal penyuapan (kasus Probosutejo), tidak satupun mengaku terlibat. Mengapa begitu rumit dan sulit kita melihat perbedaan antara kebenaran dan kesalahan? Kebohongan dan kejujuran? Keadilan dan ketidakadilan? Bukankah terminologi-terminologi tersebut memiliki daya pembeda yang sangat jelas? Indikator dan interpretasi yang digunakan untuk membedakannya juga jelas.
Fenomena dwifungsi tetap mewarnai jagat politik Indonesia. Setelah dwifungsi ABRI dihapuskan, muncul dwifungsi lain. Pengusaha berbondong-bondong menjadi pejabat publik, tidak hanya di eksekutif, tapi juga di legislatif.