Kajari yang Tak Penuhi Target Diminta Mundur

Dalam rangka percepatan pemberantasan korupsi, sebagaimana diamanatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), seluruh kepala kejaksaan negeri se-Jawa Tengah, Rabu kemarin, berkumpul di Kejati Jateng mengikrarkan perang melawan korupsi.

Setelah membacakan ikrar yang dipimpin oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Slamet Wahyudi, juga dilangsungkan penandatanganan kontrak kinerja, antara Kajati Jateng dan pejabat struktural Kejati dan Kejari.
Dari 37 kajari, tiga di antaranya tidak hadir karena menunaikan ibadah haji, yaitu Kajari Demak, Purwokerto, dan Kepala Cabang Pelabuhan Kejaksaan Semarang. Namun, mereka diwakili oleh kasi pidana khusus masing-masing.
Dalam ikrar itu, Kajati Parnomo menyatakan, masing-masing kajari sejak penandatanganan kontrak kinerja itu dalam satu tahun harus memenuhi target penanganan perkara korupsi. Bagi yang tidak mampu memenuhi target ini, dipersilakan mengundurkan diri dari jabatannya, tandas Parnomo.

Kejati Jateng dalam satu tahunnya ditarget menangani lima perkara. Untuk Kejari tipe A, yaitu Kejari Semarang, Pekalongan, Purwokerto, Pati, Magelang, Surakarta, dan Cilacap ditarget dalam satu tahun minimalnya harus dapat menangani tiga perkara korupsi.
Dan untuk kejari lainnya (tipe B), dalam satu tahun ditarget minimal harus menangani dua perkara. Sedangkan Cabang Kejaksaan Pelabuhan Semarang ditarget satu perkara.

Asisten Intelijen Kejati Jateng Zulkarnain dalam uraian evaluasinya membeberkan, berdasarkan agenda pembaruan sejak 22 Juli lalu upaya pemberantasan korupsi ternyata masih banyak kekurangan.

Kepada jajaran intelijen di daerah, dia menyampaikan, hendaknya memberdayakan sumber daya. Semua perkara harus diadministrasikan secara baik, diselesaikan dengan cepat, tepat, dan tuntas.

Dari problematika yang diajukan beberapa kejari, izin pemeriksaan terhadap kepala daerah dan pejabat DPRD yang masih aktif ini menjadi kendala. Selain itu, koordinasi dengan pihak kepolisian untuk menghindari tumpang-tindihnya penanganan, perlu diintensifkan, kata Zulkarnain.

Menurut dia, ada beberapa alternatif berkenaan dengan penanganan kejaksaan dan kepolisian ini. Pertama, penyidikan perkaranya dilakukan salah satu instansi, apakah oleh kejaksaan atau kepolisian. Kedua, jika tetap dilakukan masing-masing instansi, pelimpahan perkara ke pengadilan perlu dilakukan bersama-sama dalam satu dakwaan.

Mengenai uang pengganti terpidana korupsi ke kas negara, dengan adanya otonomi daerah, penyetorannya disesuaikan dengan pihak yang dirugikan. Jika yang dirugikan Pemerintah Pusat, atau dana yang dikorupsi berasal dari APBN, uang pengganti disetorkan ke KPPN.
Apabila yang dirugikan pemerintah daerah, atau dana yang dikorupsi berasal dari APBD, uang pengganti disetorkan ke kas daerah.

Selain itu, untuk pembayaran uang pengganti yang tidak dapat dibayarkan seluruhnya, karena terpidana atau keluarganya tidak memiliki aset lagi, akan dimintakan petunjuk ke Mahkamah Agung. Maksudnya, apakah pidana penjara dari uang pengganti itu harus dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan putusan hakim, atau dapat dikurangi lama penjara yang harus dijalani. (yas-14t)

Sumber: Suara Merdeka, 22 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan