Komisi Kirim Panggilan Terakhir

Presiden dan pemimpin parlemen diharapkan bisa mendesak Bagir memenuhi panggilan.

Komisi Yudisial kembali mengirimkan surat panggilan kepada Hakim Agung Bagir Manan terkait dengan kasus dugaan suap Probosutedjo. Pemanggilan itu merupakan pemanggilan kedua dan terakhir. Menurut Ketua Komisi Yudisial M. Busyro Muqqodas, surat panggilan itu juga ditembuskan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono, dan Ketua Komisi Hukum DPR Trimedya Panjaitan.

Dalam surat itu, Bagir dipanggil sebagai bekas ketua majelis kasasi perkara korupsi Probosutedjo. Dia diminta datang pada 12 Januari 2006 di Komisi Yudisial pukul 10.00 WIB.

Sebelumnya, Bagir, yang juga Ketua Mahkamah Agung, telah dipanggil untuk pemeriksaan pada 22 Desember. Tapi dia menolak hadir dengan alasan perlakuan yang sama di depan hukum. Waktu itu saya tidak datang memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Jadi supaya adil, harus sama, ujarnya.

Busyro mengatakan tidak akan melakukan pemanggilan paksa seperti diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Komisi Yudisial bila Bagir kembali tidak hadir. Sesuai dengan pasal 22, pemanggilan paksa dapat dilakukan melalui Mahkamah Agung. Tapi, kata Busyro, upaya itu hanya untuk hakim tinggi dan bukan hakim agung.

Dia justru berharap Presiden dan pemimpin parlemen, yang dulu memproses pemilihan hakim agung, bisa mendesak Bagir memenuhi panggilan. Busyro menolak langkah ini sebagai langkah politik.

Langkah itu, kata Busyro, sebagai upaya terakhir agar Bagir mau memberikan keterangan. Busyro menampik bila penolakan Bagir itu sebagai sengketa kewenangan antarlembaga. Menurut dia, penolakan Bagir itu bukan sebagai sikap lembaga, melainkan individu hakim.

Irawady Joenoes, anggota Komisi Yudisial, memiliki pendapat berbeda dengan Busyro. Menurut dia, upaya pemanggilan paksa tetap dilayangkan ke Mahkamah Agung bila Bagir tidak mau hadir. Biar masyarakat yang menilai, ujarnya.

Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan akan mempertemukan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung pada Januari mendatang. Kami akan membicarakan bersama untuk memberikan internal reform kepada Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial, ucapnya.

Jimly berharap kedua lembaga itu bisa menyelesaikan sengketa melalui prosedur hukum. Sebab, lebih memberikan kepastian dibandingkan dengan pendekatan politis, ujarnya. EDY CAN

Sumber: Koran Tempo, 28 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan