Pelempar bola korupsi Komisi Pemilihan Umum yang dijadikan tersangka kasus Dana Abadi Umat.
Hampir tidak ada hari tanpa berita korupsi di sepanjang tahun ini. Berita heboh muncul sekitar Maret lalu. Anggota Komisi Pemilihan Umum, Mulyana W. Kusumah, tertangkap tangan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di sebuah kamar hotel di Jakarta karena membawa uang Rp 150 juta. Uang itu digunakan Mulyana untuk berusaha menyuap auditor Badan Pemeriksa Keuangan, Khairiansyah Salman, yang juga berada di kamar itu. Kala itu Badan Pemeriksa Keuangan sedang melakukan audit terhadap pengadaan bahan pelaksanaan Pemilihan Umum 2004.
Riwayat perburuan korupsi di Indonesia telah dimulai sejak 1960. Ketika itu Presiden Soekarno menelurkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi. Belakangan, perpu ini dikukuhkan menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1960.
Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi dinilai bagus meski tidak terlalu istimewa.
Indonesia Corruption Watch (ICW) kembali melaporkan dugaan korupsi pengadaan peralatan penyiaran di TVRI ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sampai saat ini tim masih bekerja, dan belum ada hasil yang bisa disampaikan kepada publik.
Ketika masih dalam proses penyidikan kasus BNI, Adrian diminta mentransfer uang.
Selama mendekam di bilik tahanan, Samuel Ismoko rajin membaca buku-buku agama. Irman Santosa biasa tinggal di kamar sederhana.
Nyanyian sumbang semakin sering terdengar. Semula, kisah mengalirnya uang dari para tersangka kasus pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru ke kantong penyidik hanya terdengar samar-samar. Adalah Rudy Sutopo, yang kini telah divonis 18 tahun, yang pertama bernyanyi. Dia menuduh para tersangka lain, Adrian Waworuntu dan kawan-kawan, pernah menyetor duit ke polisi sehingga mendapat berbagai kemudahan selama ditahan.