Tabrani Ismail diyakini masih berada di Indonesia. Buron terpidana enam tahun korupsi proyek Export Oriented Refinery (Exor) I Pertamina USD 189,58 juta itu masih berstatus cekal dan belum ada laporan telah bepergian ke luar negeri.
Fatwa Mahkamah Agung tentang pemisahan aset negara dengan aset perusahaan milik negara dikhawatirkan bakal berdampak pada penanganan perkara korupsi. Korupsi yang terjadi di BUMN bisa diarahkan ke hukum perdata atau perseroan.
Meski sempat diprotes oleh berbagai kalangan, Mahkamah Agung tetap mempertahankan substansi Pedoman Perilaku Hakim atau PPH yang dikeluarkan pada Juni 2006. Perubahan hanya dilakukan sebatas redaksional, seperti memperhalus istilah.
Sistem hukum Indonesia dianggap memiliki sejumlah kelemahan yang menyulitkan penegak hukum mengawasi koruptor yang kabur ke luar negeri. Kami masih kesulitan mengawasi mereka, baik di penyidik, penuntut umum, maupun di pengadilan, ujar Jaksa Agung Muda Intelijen Muchtar Arifin setelah mengikuti upacara Kesaktian Pancasila di kantornya kemarin.
Fatwa Mahkamah Agung mengenai pemisahan aset negara dengan aset perusahaan milik negara tidak akan mengganggu penanganan perkara tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan badan usaha milik negara yang ditangani Kejaksaan Agung. Pasalnya, tindak pidana korupsi tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Tidak salah jika Bung Hatta menyebut bahwa korupsi telah menjadi budaya di negeri ini. Korupsi di sektor pajak, misalnya, semakin membenarkan tuduhan itu, bahkan membuat tragedi bangsa semakin menjadi-jadi. Hampir menyeluruh, berbagai sektor strategis masyarakat, khususnya lembaga yang melayani kepentingan publik, terserang wabah akut ini. Sektor pajak telah dijadikan lahan basah bagi orang-orang yang menyalahgunakan jabatan.
Jika ada koruptor yang vonisnya sudah berkekuatan hukum tetap, tetapi tak juga dieksekusi oleh kejaksaan hingga molor sampai lima bulan, itulah Tabrani Ismail. Kemarin mantan direktur pengolahan Pertamina yang diputus enam tahun penjara itu baru diusulkan masuk DPO (daftar pencarian orang) setelah dianggap tak kooperatif.
Peningkatan status dari penyelidikan ke penyidikan maupun penetapan Prof Dr Achmad Ali SH (mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar) sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi sudah sesuai dengan prosedur penanganan perkara.
Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mengusut siapa saja anggota DPR yang menerima gratifikasi (uang hadiah) dari mitra kerja saat melakukan kunjungan rencana pemekaran daerah Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, pada Juni 2006.