Buron Korupsi Proyek Pertamina Masih Dicekal
Tabrani Ismail diyakini masih berada di Indonesia. Buron terpidana enam tahun korupsi proyek Export Oriented Refinery (Exor) I Pertamina USD 189,58 juta itu masih berstatus cekal dan belum ada laporan telah bepergian ke luar negeri.
Ditjen Imigrasi telah menerima permohonan pencekalan Tabrani dari Kejagung. Masa pencekalannya berlaku satu tahun terhitung sejak pengajuan pencekalan. Belum ada laporan terkait kepergian Tabrani ke luar negeri, kata Humas Ditjen Imigrasi Anwar Supriatna di Jakarta kemarin.
Sesuai prosedur, Ditjen Imigrasi telah memerintahkan sejumlah bandara untuk mengawasi gerak-gerik Tabrani. Jika ada indikasi penggunaan paspor Tabrani, petugas imigrasi biasanya langsung menahan untuk kepentingan penyelidikan. Ini tugas rutin petugas (imigrasi) terhadap mereka yang berstatus cekal, jelas pejabat yang akrab disapa Cecep itu.
Tabrani ditetapkan sebagai buron sejak pekan lalu. Kejagung telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk menangkapnya. Status buron dikeluarkan setelah Tabrani dinilai tidak kooperatif ketika akan dieksekusi oleh petugas Kejari Jakarta Pusat (Jakpus). Baik keluarga maupun pengacaranya, John Waliry, tidak tahu-menahu alamat terakhir Tabrani.
JAM Intelijen Kejagung Muchtar Arifin menegaskan, jajaran intelijen kejaksaan telah berupaya maksimal untuk mencegah Tabrani kabur. Dia membantah kinerja intelijen lemah sehingga banyak terpidana korupsi yang menghindari eksekusi. Saya kira tidak sesederhana itu kesimpulannya (bahwa intelijen kejaksaan lemah), jelas Muchtar seusai peringatan hari Kesaktian Pancasila di Kejagung kemarin.
Berdasarkan catatan koran ini, selain Tabrani, terpidana korupsi yang kabur ke luar negeri dalam kurun lima tahun terakhir adalah Nader Taher (terpidana tujuh tahun kasus kredit macet Bank Mandiri Rp 38,62 miliar) dan Bambang Sutrisno, Adrian Kiki Ariawan (keduanya terpidana seumur hidup BLBI Bank Surya Rp 1,5 triliun). Yang juga kabur adalah Robert Mc Kitchen (mantan bos Karaha Bodas Company (KBC), dalam kasus korupsi KBC), Agus Anwar (kasus BLBI Bank Pelita/Istimarat), Eko Edi Putranto (kasus BLBI Bank Harapan Sentosa/BHS), dan sejumlah terpidana lain.
Menurut Muchtar, banyaknya buron korupsi kabur ke luar negeri disebabkan sulitnya pengawasan sistem hukum di tanah air. Sistem hukum sendiri melibatkan kejaksaan, kepolisian, dan pengadilan. Seperti mereka (koruptor) yang mengajukan upaya hukum kan memerlukan proses hukum yang lama, sementara kewenangan aparat hukum untuk menahan waktunya terbatas, katanya.
Selain itu, belum adanya infrastruktur hukum ekstradisi menjadi kendala pemulangan buron dari sejumlah negara, khususnya Singapura.
JAM Pidsus Hendarman Supandji menambahkan, banyak buron memanfaatkan celah tidak adanya penahanan selama proses hukum, baik pada persidangan tingkat pertama hingga kasasi. Kejaksaan sendiri tidak mungkin terus-menerus memantau keberadaan terpidana selama proses hukum, jelasnya. (agm)
Sumber: Jawa Pos, 2 Oktober 2006