Suap di Mahkamah Agung; Hukuman Pono Waluyo Diperberat di Tingkat Banding

Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor memperberat hukuman untuk Pono Waluyo dari tiga tahun (di Pengadilan Tipikor) menjadi lima tahun. Majelis hakim banding juga menambah denda yang harus dibayar mantan karyawan Mahkamah Agung itu dari Rp 100 juta menjadi Rp 150 juta, subsider tiga bulan kurungan.

Hampir berbarengan dengan itu, Pengadilan Tinggi Tipikor juga memperkuat putusan Pengadilan Tipikor atas Malem Pagi Sinuhadji dan Sriyadi. Keduanya tetap dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta karena kasus suap di MA.

Humas Pengadilan Tinggi Tipikor Hariyono, saat dikonfirmasi, membenarkan adanya putusan tersebut. Ia mengatakan, putusan untuk Malem Pagi Sinuhadji dan Sriyadi telah dibacakan pada 21 September 2006. Adapun putusan banding Pono Waluyo dibacakan majelis yang dipimpin Basuki pada 26 September 2006.

Hariyono tidak menjelaskan apa pertimbangan hakim menambah berat hukuman bagi Pono. Sebab, jika berangkat dari vonis Pangadilan Tipikor, kesalahan Pono adalah menerima suap dan menyalurkan ke Malem Pagi dan Sriyadi.

Seperti diberitakan, kasus suap MA ini melibatkan pengacara Harini Wijoso. Harini, yang mewakili kliennya, Probosutedjo, mencoba bekerja sama dengan Pono Waluyo cs mengurus kasasi Probosutedjo agar bisa dibebaskan dari tuduhan pidana. Namun, keduanya tak punya kewenangan mengatur perkara sehingga oleh majelis hakim dianggap tak terbukti melakukan permufakatan jahat untuk memengaruhi hakim agung Bagir Manan.

Harini dihukum empat tahun penjara, sedangkan Pono dijatuhi hukuman tiga tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor 30 Juni 2006. Pono dinilai bersalah menerima uang dari Harini untuk mengurus perkara kasasi Probosutedjo.

Yang justru dinilai melakukan permufakatan jahat untuk memengaruhi putusan hakim agung Bagir Manan adalah tiga karyawan MA lainnya, yakni Malem Pagi Sinuhadji, Sriyadi, dan Suhartoyo. Namun, di tingkat banding, kini hukuman ketiga orang ini justru lebih ringan. (ana)

Sumber: Kompas, 3 Oktober 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan