Kode Etik DPR; Badan Kehormatan Jangan Tutup Mata soal Gratifikasi
Badan Kehormatan atau BK DPR hingga saat ini belum membahas soal gratifikasi yang dilaporkan Suryama M Sastra ke Komisi Pemberantasan Korupsi. BK DPR diminta tidak tutup mata pada soal ini karena sangat penting untuk penegakan kode etik DPR.
Demikian pandangan anggota Komisi III DPR Benny K Harman (F-PD, Nusa Tenggara Timur I) dan Yasonna H Laoly (F-PDIP, Sumatera Utara I) yang ditemui terpisah di Gedung DPR, Senin.
Suryama M Sastra adalah anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (Jawa Barat VI). Pada 7 Juli 2006, dia melaporkan gratifikasi yang ia terima berupa uang Rp 14,9 juta dan fasilitas penginapan senilai Rp 570.000 kepada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Gratifikasi itu diterima Suryama ketika bersama dengan Tim Peninjau Lapangan Komisi II DPR berkunjung ke Sulawesi Utara, 26 dan 27 Juni 2006.
BK seharusnya, paling tidak, mengagendakan untuk memanggil Suryama dan kemudian memanggil bupati yang memberikan uang itu, ujar Benny yang yakin praktik semacam itu banyak terjadi dalam proses pemekaran daerah. Bahkan, uang tersebut dianggarkan dalam APBD.
Yasonna berpendapat senada. Menurut dia, karena gratifikasi yang diterima Suryama itu dikembalikan ke negara oleh KPK, maka kalau ada anggota DPR yang menerima uang itu berarti bisa dianggap menerima suap. Apalagi ini sudah lebih dari 30 hari dan tidak dikembalikan, katanya. (sut)
Sumber: Kompas, 3 Oktober 2006