Banyaknya kasus atau skandal beruntun yang melibatkan pejabat publik adalah produk dari kelemahan yang sifatnya berlapis-lapis.
Pemberantasan korupsi menghadapi ancaman. Ini terlihat setelah sejumlah anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat mempertanyakan keabsahan keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi setelah Antasari Azhar diberhentikan sementara oleh Presiden.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai mendapat serangan serius dari DPR. Sejak kehilangan nakhoda (Antasari Azhar nonaktif), lembaga superbody tersebut dianggap tidak memiliki legitimasi.
Kasus Penyelewengan Uang Kancab Rp 37 M
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggenjot kinerjanya pasca pemberhentian Antasari Azhar. Setelah membidik penyelewengan di BUMN, tampaknya KPK juga tertarik kepada korupsi di BUMD. Kemarin (7/5) mereka membeberkan seorang tersangka baru kasus penyelewengan uang negara. Dia adalah Umar Syarifudin, mantan Dirut Bank Jawa Barat.
SILAT lidah Antasari Azhar harus berakhir pada Senin (4/5). Selang 24 jam setelah jumpa pers di kediamannya, kompleks Giri Loka 2, Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif itu dijebloskan ke sel penjara. Antasari ditetapkan sebagai tersangka otak (intellectueel dader) pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen bersama delapan tersangka lain.
Baru saja bersukaria setelah namanya masuk dalam daftar anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih dari Sulawsesi Selatan (Sulsel) yang ditetapkan KPU Sulsel, Bahar Ngitung harus bolak balik ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel atas kasus dugaan korupsi.
Komisi Informasi merupakan sebuah lembaga kuasi negara yang sangat penting karena bisa mendorong transparansi informasi. Dari pengalaman sejumlah daerah, keterbukaan informasi publik bahkan bisa menghemat uang negara miliaran rupiah.
Hingga sekarang masih banyak pihak yang sulit memercayai jika Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif) Antasari Azhar harus menjadi tersangka dan ditahan polisi karena diduga terkait dengan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, pada 14 Maret lalu.
Problem yang membebani bangsa ini adalah utang luar negeri yang besar dan perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Oleh karena itu, rakyat harus disadarkan bahwa presiden sekarang pun belum mampu menyelesaikan utang dan BLBI. Rakyat harus diajak memilih calon presiden yang mau dan bisa menyelesaikan dua masalah ini.
Penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Ines Wulanari Setyawati dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Direktur PT Gita Vidya Utama ini juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 1,7 miliar.