Kasus Antasari; Melihat Langkah Cepat dari KPK

Hingga sekarang masih banyak pihak yang sulit memercayai jika Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (nonaktif) Antasari Azhar harus menjadi tersangka dan ditahan polisi karena diduga terkait dengan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, pada 14 Maret lalu.

Perasaan itu pantas muncul jika melihat rekam jejak Antasari saat memimpin KPK selama hampir 1,5 tahun terakhir, yang gigih memberantas korupsi. Apalagi, jika mencermati bahwa pembunuhan itu ”hanya” terkait persoalan asmara yang melibatkan (mantan) caddy Padang Golf Modernland, Rani Juliani.

Ketidakpercayaan, bercampur kaget, juga terlihat jelas pada pegawai KPK sejak Kamis lalu, yaitu ketika rumor keterlibatan Antasari dalam pembunuhan Nasrudin mulai muncul di publik. Suasana di KPK kian terasa murung ketika keesokan harinya Kejaksaan Agung mengumumkan pencekalan dan status tersangka untuk Antasari.

Kemurungan bercampur kelelahan juga terlihat jelas di wajah para Wakil Ketua KPK, yaitu Chandra Hamzah, Bibit Samad Rianto, Haryono Umar, dan M Jasin, saat menggelar jumpa pers, Jumat lalu. Kesan yang sama juga terlihat di wajah dua Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua dan Said Abidin.

Mereka menyatakan, sejak hari itu Antasari nonaktif dari KPK karena ingin berkonsentrasi pada kasus yang dialaminya. Langkah yang diputuskan dalam rapat pimpinan KPK, yang juga dihadiri Antasari ini, diambil setelah Antasari menerima surat panggilan agar Senin datang ke Polda Metro Jaya untuk diperiksa sebagai saksi kasus pembunuhan Nasrudin.

Namun, jumpa pers Jumat malam itu juga menunjukkan kecepatan dan sikap bijaksana serta kematangan KPK dalam menghadapi kasus yang rumit. Sebab, meski semua belum jelas, KPK mengambil langkah antisipasi, seperti penonaktifan Antasari. Langkah ini patut diacungi jempol, sebagai ketegasan KPK untuk tidak mencampuri kasus yang tengah dihadapi Antasari. Itu adalah kasus pribadi.

Langkah cepat dan bijaksana juga berlanjut pada Selasa, saat KPK mengirimkan surat ke Presiden tentang pemberhentian sementara Antasari di KPK karena sudah menjadi tersangka.

Saking cepatnya langkah ini, surat yang dikirimkan KPK bahkan mendahului surat pemberitahuan dari Polri ke Presiden. Denny Indrayana, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, menjelaskan, surat dari Polri baru diterima Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (6/5).

Langkah pimpinan KPK itu juga diikuti pegawainya. Sejak Senin mereka terlihat bekerja seperti biasa. Bahkan, Selasa, KPK mengumumkan tersangka baru dalam kasus korupsi di Perusahaan Listrik Negara.

Rabu, sebagian penyidik KPK memeriksa kembali anggota DPR, Abdul Hadi Djamal, yang menjadi tersangka kasus suap. Pegawai lainnya menggeledah kantor PLN di Jalan Trunojoyo. Penuntut umum di KPK juga menuntut hukuman empat tahun penjara terhadap Ines Wulanari Setyawati, Direktur PT Gita Vidya Hutama, karena terlibat perkara korupsi di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Cepatnya berbagai langkah yang diambil KPK itu membuat sejumlah pihak meyakini, kasus yang menimpa Antasari tidak akan mengganggu kinerja KPK. ”Saya tidak risau kasus yang dihadapi Antasari mengganggu kinerja KPK. KPK dibangun oleh sistem dan tidak orang-perorangan. Sistem di komisi ini sudah baik,” kata Sekretaris Jenderal Transparansi Internasional Indonesia Teten Masduki.

Keyakinan KPK tidak akan terganggu juga muncul karena kepemimpinan di komisi itu bersifat kolektif kolegial. ”Meski Antasari tidak ada, KPK tetap berjalan karena sistem membuat ada pihak yang menggantikannya,” ujar Teten.

Keyakinan kinerja KPK tetap akan baik juga ditambah banyaknya dukungan yang diterimanya. Senin lalu, grup musik Slank datang memberikan dukungan itu. (m hernowo)

Sumber: Kompas, 7 Mei 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan