Pengawas internal KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) mulai bergerak mendalami pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. Petugas dari pengawasan internal kemarin (12/8) mendatangi Antasari di tahanan Polda Metro Jaya.
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengaku pernah bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebelum pemilu presiden. Dalam pertemuan tersebut, Mahfud mengaku meminta secara khusus agar Komisi Pemberantasan Korupsi diselamatkan.
Jaksa Agung Hendarman Supandji meminta jaksa lebih profesional dalam memberikan petunjuk kepada penyidik dalam menangani perkara pidana umum. Dengan demikian, tidak terjadi bolak-balik perkara dari penuntut umum ke penyidik dan sebaliknya.
Keberadaan aturan tentang rahasia negara diperlukan untuk menghilangkan ketidakpastian dan ketidakjelasan aturan terkait soal rahasia negara tersebut. Selain itu juga untuk menghindari adanya rezim pemerintahan atau negara yang serba misterius (arcana imperii).
Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo harus dihadirkan ke Indonesia untuk menjelaskan dugaan aliran uang ke pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Agar Anggoro mau kembali ke Indonesia, Polri harus memberi tersangka korupsi itu jaminan perlindungan hukum.
Haryono Umar pernah diperdengarkan rekaman pembicaraan.
Pertemuan Ketua KPK (nonaktif) Antasari Azhar dengan bos PT Masaro, Anggoro Widjojo, di Singapura bermula dari pertemuan Anggodo Widjojo, adik Anggoro, dengan Eddy Soemarsono di Kejaksaan Agung. Juru bicara Kejaksaan, Jasman Panjaitan, mengatakan pertemuan itu terjadi di ruang jaksa Irwan Nasution sekitar Agustus-September 2008.
Beberapa lembaga pegiat antikorupsi mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. "Kami berharap isi perpu diambil dari draf undang-undang usulan masyarakat atau dari Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang ada sekarang," ujar Emerson Yuntho, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch, salah satu pegiat antikorupsi, kepada wartawan dalam sebuah seminar di Jakarta kemarin.
Tim Pencari Tersangka dan Terpidana Korupsi atau lebih dikenal sebagai Tim Pemburu Koruptor tidak perlu ada. Pasalnya, hasil kerja tim di bawah koordinasi Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan itu tidak jelas, bahkan tumpang tindih dengan bidang lain.
Ada Dugaan Korupsi untuk Memperkaya Diri
Menjelang akhir masa jabatan, sekitar 150 DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota belum mengembalikan tunjangan komunikasi intensif dan belanja penunjang operasional pimpinan ke kas daerah. Jumlah dana tersebut mencapai Rp 200 miliar.
Keterpurukan, karut-marut, dan lain-lain potret negatif, yang sering dialamatkan kepada hukum di negeri ini, justru menjadikan Indonesia sebagai laboratorium hukum dan masyarakat par exellence.