Perpu Pengadilan Antikorupsi Diharapkan Berasal dari Usulan Masyarakat

Beberapa lembaga pegiat antikorupsi mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. "Kami berharap isi perpu diambil dari draf undang-undang usulan masyarakat atau dari Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang ada sekarang," ujar Emerson Yuntho, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch, salah satu pegiat antikorupsi, kepada wartawan dalam sebuah seminar di Jakarta kemarin.

Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan amanat putusan Mahkamah Konstitusi pada Desember 2006. Dalam putusannya, Mahkamah meminta Dewan Perwakilan Rakyat merampungkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelum 19 Desember 2009. Saat ini Panitia Khusus DPR terus membahas pembentukan pengadilan khusus antikorupsi itu. Padahal masa kerja DPR periode ini berakhir pada 1 Oktober 2009.

Bambang Widjojanto, wakil dari Kemitraan, menilai lamanya pembahasan tidak hanya menjadi tanggung jawab DPR. "Pemerintah juga harus bertanggung jawab," katanya. Bambang yakin Presiden hanya memiliki sedikit kepentingan terhadap perpu dibandingkan dengan yang terjadi di tubuh DPR.

Bambang menjelaskan, perpu bisa saja mengadopsi usulan pemerintah, kecuali pada bagian yang mengatur komposisi hakim dan kedudukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam RUU tersebut. "Jumlah hakim ad hoc harus lebih banyak karena hakim ad hoc lebih profesional dari hakim karier," ujar Bambang.

Menurut dia, kedudukan pengadilan disarankan hanya dibentuk di beberapa wilayah regional. Sebab, butuh biaya dan sumber daya manusia sangat besar untuk membentuk pengadilan khusus itu di seluruh Indonesia. Dia juga menilai perkara yang ditangani diharap terbatas pada perkara korupsi murni saja, tidak termasuk perkara pencucian uang. FAMEGA SYAVIRA

Sumber: Koran Tempo, 12 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan