Amat keputusan yang mengejutkan dan membuat kita tidak ”paham”. Bagaimana mungkin Komisi Pemilihan Umum memakai uang rakyat Rp 11 miliar untuk biaya pelantikan 962 anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah 2009-2014.
KISRUH antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri yang tak berujung, akhirnya, memaksa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan untuk melerai. Presiden tetap menghendaki KPK yang kuat. Begitulah pesan presiden yang disampaikan ke publik.
Hanya ada dua polisi yang baik: Patung polisi dan polisi tidur.
DALAM realitas penegakan hukum, kepolisian merupakan salah satu lembaga yang paling sering mendapat sorotan dari masyarakat. Selain jargon di atas, salah satu anekdot yang mungkin Anda sudah tahu, bunyinya begini:
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) yang mengarah pada penunjukan Pelaksana Tugas (Plt.) Pimpinan KPK telah ditanda-tangani Presiden ditengah deretan penolakan dan kecaman. Perpu ini diragukan dapat menjadi “obat” penyelamatan KPK. Yang terjadi justru, masyarakat khawatir, Presiden tergoda menjadi penguasa absolut yang tidak mempertimbangkan secara serius suara publik. Berikut press release ICW dan beberapa komponen masyarakat.
Korupsi telah menggerogoti pendidikan. Anggaran pendidikan yang minim menjadi berkurang. Akibatnya, warga negara tidak mendapat hak pendidikan sewajarnya.
Keluarkan Petisi, Tokoh Nasional Imbau Jasin dan Haryono Tidak Mundur
Kehilangan ketua dan dua pimpinan lain karena terjerat kasus hukum bakal melumpuhkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)? Tidak. Lembaga antikorupsi tersebut tidak akan kehilangan taring. Setidaknya, itulah penegasan dua pimpinan KPK tersisa, M. Jasin dan Haryono Umar, kemarin (16/9).
“Ini memang persekongkolan elite.”
Koalisi Masyarakat Anti Korupsi kemarin melaporkan pemerintah Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Koalisi menilai, lembaga eksekutif dan legislatif terlibat upaya sistematis melemahkan pemberantasan korupsi.
Tersangka Dugaan Korupsi di KBRI
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan, penyidikan kasus dugaan korupsi di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Thailand terus berjalan. Setelah proses hukum itu tertunda, tim jaksa penyidik akan terbang ke kantor perwakilan di Negeri Gajah Putih itu sesudah Lebaran nanti.
PERSETERUAN antara cicak melawan buaya ternyata bukan isapan jempol belaka, tapi sungguh-sungguh terjadi dan menguras banyak energi. Tentu itu tamsil belaka. Di alam nyata, tidak mungkin cicak melawan buaya. Bukan saja habitat keduanya berbeda, melainkan jelas tidak imbang kalau cicak yang mungil bertempur melawan si raksasa buaya.
KASUS pemeriksaan para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh penyidik Polri dan rencana DPR memangkas kewenangan penuntutan KPK merupakan dua hal yang berbeda, tapi menyentuh dua hal yang sama. Dua hal yang sama tersebut adalah kewenangan multifungsi dan superbodi KPK. Dua hal itu merupakan kewenangan yang selama ini memberikan kekuatan tambahan bagi KPK sehingga citra sukses dan integritas pemberantasan korupsi melampaui Polri dan kejaksaan, baik dalam penyidikan maupun penuntutan.