Serangan Atas KPK Dilaporkan ke PBB

“Ini memang persekongkolan elite.”

Koalisi Masyarakat Anti Korupsi kemarin melaporkan pemerintah Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat ke Perserikatan Bangsa-Bangsa. Koalisi menilai, lembaga eksekutif dan legislatif terlibat upaya sistematis melemahkan pemberantasan korupsi.

"Pemerintah Indonesia harus siap mendapat cibiran dan kritik dari dunia," kata Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki, setelah mewakili Koalisi menyerahkan laporan ke kantor United Nations Office of Drugs and Crime, di Jakarta kemarin.

Menurut Koalisi, upaya sistematis melemahkan pemberantasan korupsi antara lain tecermin dari tindakan DPR dan polisi yang dinilai menghambat perang terhadap korupsi. Tindakan polisi menetapkan dua Wakil Ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah, sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang karena mencekal buron korupsi adalah contohnya. "Tuduhan itu sangat lemah. KPK punya kewenangan pencekalan," kata Teten. Penetapan dua pimpinan KPK sebagai tersangka, menurut Teten, akan mengganggu penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di Indonesia.

Bambang Widjojanto, salah seorang kuasa hukum Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto, juga mempertanyakan penetapan tersangka hanya karena menerbitkan surat cegah-tangkal (cekal) bos PT Era Giat Prima, Joko Soegiarto Tjandra; dan bos PT Masaro, Anggoro Widjojo. Joko Tjandra saat ini adalah buron kasus cessie Bank Bali. Dahulu KPK mencekalnya karena namanya disebut-sebut dalam percakapan Urip Tri Gunawan dan Arthalyta Suryani. "Kok lucu, masak polisi mewakili kepentingan Joker (Joko Tjandra)," katanya.

Perkembangan di DPR, menurut Koalisi, juga mengarah pada upaya menghambat usaha melawan korupsi. Buktinya, saat membahas Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, pemerintah dan semua fraksi besar di DPR hampir bersepakat bulat melucuti kewenangan KPK, terutama soal penuntutan dan penyadapan. "Ini memang persekongkolan elite," kata Teten. "Kalau dipreteli, KPK hanya akan jadi lembaga penyidik sipil, tidak banyak gunanya."

Kemarin Bibit dan Chandra kembali diperiksa polisi. Keduanya memang tidak ditahan. Tapi, mulai 28 September, Bibit dan Chandra wajib melapor ke Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang awalnya memilih diam soal tindakan polisi mengobok-obok KPK, kemarin angkat bicara. Yudhoyono menangkis tuduhan bahwa pemerintah sengaja melemahkan lembaga pemberantas korupsi. Seperti diketahui, tokoh-tokoh Partai Demokrat dan enam partai lainnya adalah pendukung pencabutan hak penuntutan KPK.

"Tidak benar jika dikatakan ada pengurangan intensitas atau ada upaya melemahkan pemberantasan korupsi," kata Yudhoyono. Menurut Yudhoyono, pemberantasan korupsi akan menjadi prioritas utama pemerintah. "Sudah menjadi tekad kita untuk terus memberantas korupsi tanpa padang bulu." FAMEGA SYAFIRA | GUNANTO ES | JAJANG

Tersangka Setelah Buka Puasa

Serangan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi datang bertubi-tubi. Kali ini KPK digoyang dengan cara menjadikan dua bosnya, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Rianto, sebagai tersangka.

24 Juni 2009:
Presiden pernah waswas soal KPK. "Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must not go unchecked. KPK ini sudah power holder yang luar biasa. Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. Hati-hati," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat berkunjung ke kantor Kompas, Jakarta.

Juni 2009
Setelah itu, Ketua Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Didi Widayadi menyatakan akan mengaudit KPK.

4 Agustus 2009:
Beredar testimoni Antasari empat halaman. Isinya, Antasari mengaku bertemu dengan Anggoro Widjaja, Direktur PT Masaro, di Singapura. Dalam pertemuan itu Anggoro bercerita bahwa ia telah memberikan uang sebesar Rp 6 miliar kepada dua pejabat KPK.

11 September 2009:
Empat pimpinan KPK (Haryono Umar, M. Jassin, Bibit Samad Rianto, dan Chandra M. Hamzah, semuanya Wakil Ketua KPK) diperiksa polisi dalam kasus Anggoro.

15 September 2009:
Chandra dan Bibit diperiksa lagi dan dinyatakan selesai pada sore hari. Tapi, setelah acara buka puasa polisi bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemeriksaan dilanjutkan. Sekitar dua jam kemudian, mereka ditetapkan sebagai tersangka.

“Penetapan tersangka diduga sudah mendapat restu Presiden. Ketika penyidikan berjalan, Kepala Polri buka puasa bersama Presiden, dan tak lama kemudian pimpinan KPK ditetapkan sebagai tersangka."

--Nasir Jamil, anggota Komisi Hukum DPR, di gedung DPR kemarin.

"Tidak benar sama sekali bahwa kita mengurangi intensitas, atau bahkan sengaja melemahkan, upaya pemberantasan korupsi.”

-- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, di kantor presiden, kemarin.

NASKAH | DWI WIYANA | CHETA NILAWATY | EKO ARI | GUNANTO

Sumber: Koran Tempo, 17 September 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan