Meski Wapres Jusuf Kalla sudah membantah, namun dugaan adanya perlindungan politik kepada Hamid Awaludin terus berkembang. ICW menilai KPK tidak berani menetapkan Hamid sebagai tersangka korupsi pengadaan surat suara karena alasan politis.
Rencana BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) mengaudit pelaksanaan anggaran di tiga departemen penerima dana APBN disambut positif. Tiga menteri, yakni Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pendidikan Nasional, dan Menteri Kesehatan menyatakan kesiapannya untuk diaudit.
Kejaksaan Agung (Kejagung) bertindak lamban dalam menjatuhkan sanksi terhadap jaksa yang terbukti nakal. Setidaknya ini terungkap pada penjatuhan putusan hukuman disiplin terhadap empat JPU (jaksa penuntut umum) yang terlibat dalam tuntutan ringan kasus kepemilikan 20 kilogram sabu-sabu dengan terdakwa Hariono Agus Tjahjono.
Di Jawa Pos (7 Agustus), M. Eri Irawan menulis opini berjudul Memasifkan Edutainment. Bagi saya, ada sebuah penggalan kalimat yang menggelitik untuk didiskusikan lebih lanjut, yakni Penjualan gosip para selebriti seolah mengalahkan pentingnya pengungkapan kasus korupsi para pejabat kita.
Upaya KPK memberantas korupsi ternyata mendapatkan perlawanan balik dari para koruptor. Hal ini ditandai dengan dilakukannya uji materiil terhadap penjelasan pasal 2 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah UU No 20/2001 oleh Dawud Jatmiko (karyawan PT Jasa Marga yang tersangkut perkara dugaan korupsi dan sedang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur).
Dana bantuan partai politik dari APBN tahun 2006 akan diberikan apabila parpol sudah menyerahkan laporan penggunaan bantuan keuangan parpol tahun sebelumnya. Hingga kini baru lima parpol yang sudah memberikan laporan bantuan keuangan parpol ke Departemen Dalam Negeri.
Sekretaris Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara Muhammad Said Didu menegaskan kehadirannya di Komisi Pemberantasan Korupsi adalah dalam rangka memenuhi undangan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor R-505/LID/VIII/2006/ KPK tanggal 1 Agustus 2006, hal permintaan keterangan.
Tidak seperti hari biasanya, akhir Juli 2006, loket biro keuangan Sekretariat Jenderal DPR di Gedung Nusantara I penuh sesak. Bukan ada antrean minyak tanah atau bantuan dana bencana. Tapi para anggota Dewan sedang mengambil bantuan kegiatan penyerapan aspirasi di masa reses. Besarnya, Rp 31,5 juta-Rp 45 juta per orang.
Kasus korupsi dengan tersangka Kepala Dinas Tata Kota Kupang Ir Hary Theophilus akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Kupang, 22 Agustus 2006. Hary diduga menyelewengkan dana bantuan bencana alam tahun anggaran 2003 sebesar Rp 3 miliar. Akibat perbuatan itu, ribuan korban bencana alam di Nusa Tenggara Timur tidak mendapat bantuan.
Di negara demokrasi, senjata dan anggaran tentara diputuskan secara politik.