Sumalee dan Transparansi Pendidikan

Tahun 1998, dunia pendidikan Thailand heboh. Seorang ibu, Sumalee Limpa Awart, menuntut Demonstration School of Kasetsart University, sekolah menengah ternama di Bangkok, untuk membuka rekapitulasi tes masuk siswa baru.

Sumalee tidak terima anaknya dinyatakan gagal tes masuk sekolah. Tuntutan Sumalee ditolak. Sengketa berlanjut ke Official Information Commission (OIC) Thailand.

Setelah kasus dipelajari saksama, OIC memutuskan rekapitulasi tes masuk siswa baru harus dibuka. Sekolah tetap menolak. Masalah pun menjadi bahasan pada rapat kabinet. Menteri Urusan Pendidikan Thailand memutuskan, Demonstration School harus membuka lembar jawaban semua peserta tes masuk.

Ketika dibuka, nilai tes masuk anak Sumalee memang tidak memenuhi syarat. Namun terungkap adanya berkas-berkas sumbangan berbau suap dari orangtua yang menginginkan anaknya diterima di sekolah itu.

Setelah kasus Sumalee, Menteri Urusan Pendidikan Thailand memerintahkan penyelenggara pendidikan memperbaiki mekanisme tes saringan masuk (Aa Sudirman, 2000).

Indonesia
Kasus Sumalee begitu kontekstual dengan pengalaman Indonesia. Kita baru saja diguncang gempa ujian nasional, kebijakan yang tidak disosialisasikan dengan baik dan tidak disiapkan matang.

Heboh ujian nasional disusul hiruk pikuk penerimaan siswa baru. Budaya titipan pada tahun ajaran baru masih terjadi. Diterima atau tidaknya calon siswa memang menjadi hak prerogatif sekolah. Namun mengapa tidak ada transparansi, tidak ada peluang mempertanyakan mekanisme saringan siswa baru.

Budaya kerahasiaan masih menyelimuti semua lini penyelenggaraan pemerintahan. Hampir semua urusan, bahkan yang terkait kemaslahatan publik seperti pendidikan, diselenggarakan secara tertutup dan eksklusif. Publik tak diberi akses memadai ke institusi penyelenggara pelayanan publik. Publik pun tidak tahu mengapa tiba-tiba lulus sekolah begitu sulit, masuk perguruan tinggi negeri begitu mahal.

Pejabat dan lembaga publik latah melontarkan klaim rahasia atas informasi yang dikelola. Seperti beberapa bulan lalu, Mendiknas menuduh media membocorkan rahasia negara karena memberitakan rencana pemerintah membagi penerimaan mahasiswa baru menjadi dua jalur, reguler dan khusus. Sesuatu yang jelas-jelas berhubungan dengan kepentingan publik pun hendak dirahasiakan tanpa alasan kuat.

Kebebasan informasi
Problem lain, tidak ada produk hukum yang mengatur kewajiban lembaga atau pejabat pemerintah untuk memberikan informasi. Pengakuan terhadap hak publik atas informasi ada dalam Amandemen Kedua UUD 1945 dan 17 undang-undang sektoral. Namun yang diatur hanya hak publik atas informasi, bukan kewajiban lembaga publik untuk memberikan informasi. Tidak ada kekuatan hukum untuk memaksa pejabat publik melayani permintaan informasi dari masyarakat.

Sebaliknya, kita dihadapkan banyak undang-undang yang bersifat menghambat akses informasi: KUHP, UU Peradilan Umum, UU Kearsipan, UU Rahasia Dagang, dan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Dengan kriteria-kriteria yang amat umum dan tanpa menimbang kepentingan publik, undang-undang itu memuat klausul tentang rahasia negara, rahasia birokrasi, rahasia lembaga, atau rahasia jabatan.

Kembali pada kasus Thailand, beberapa orangtua siswa dari kalangan terpandang merasa dipermalukan kasus Sumalee. Mahkamah Agung Thailand yang memperkuat posisi Sumalee menegaskan, Berdasar Pasal 58 OIA (UU Kebebasan Informasi Thailand), tiap warga negara berhak melihat, menerima, dan memiliki dokumen yang telah dikuasai pejabat publik.

Andai saja kita mempunyai UU Kebebasan Informasi seperti Thailand, pihak-pihak yang dirugikan oleh ujian nasional dan penerimaan siswa baru dapat menuntut transparansi dari penyelenggara pendidikan dan pemerintah. UU Kebebasan Informasi mempunyai relevansi untuk memerangi problem korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan kekuasaan di semua level dan lini pelayanan publik.

Agus Sudibyo, Koordinator Loby Koalisi Untuk Kebebasan Informasi; Deputi Direktur Yayasan SET Jakarta

Tulisan ini disalin dari Kompas, 10 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan