Komisi Yudisial menganjurkan para hakim tak menerima parsel Lebaran. Koordinator Bidang Penilaian Prestasi Hakim dan Seleksi Hakim Agung Mustafa Abdullah mengatakan pemberian parsel selalu berhubungan dengan profesi atau jabatan penerima.
Dewan Perwakilan Rakyat pada masa reses 19 Oktober-12 November kembali menerima dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara sekitar Rp 40,5 juta per anggota. Dana itu merupakan biaya bertemu dengan konstituen. Besarnya dan fungsinya persis seperti alokasi sebelumnya, kata Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Roestanto Wahidi kemarin.
Undang-Undang Antikorupsi bisa menjerat penyimpangan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 yang terjadi sampai 26 Maret 2003.
Inti KKN tidak lain dari korupsi, sementara otonomi daerah adalah desentralisasi.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono mengaku dana safari Ramadan selama 10 hari di 30 kota/kabupaten di Jawa sebesar Rp 400 juta berasal dari kantong pribadi dan hasil iuran anggota legislatif. Kami tak menggunakan anggaran negara, kata Agung Laksono di Pondok Pesantren Zaenul Hasan, Probolinggo, Jawa Timur, akhir pekan lalu.
Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan kecewa dan menyesalkan kinerja Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI dalam penanganan kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap Borang. Meski sudah ada kesepakatan antara Jaksa Agung dan Kepala Polri untuk mempercepat penanganan perkara korupsi, tetap saja kasus korupsi tak kunjung selesai di kedua instansi itu.
Belum ada titik temu antara para pengutang dan pemerintah.
Disiarkannya terpidana korupsi yang kabur melalui media massa, baik media elektronik maupun media cetak, merupakan usaha kejaksaan untuk menemukan koruptor yang kabur. Langkah tersebut bukan bentuk kegagalan kejaksaan dalam menangkap koruptor yang dinyatakan buron, kata Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Jumat (13/10).
Upaya Dewan Perwakilan Rakyat menyelamatkan muka ratusan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang terjerat dugaan kasus korupsi justru menjadi bumerang bagi lembaga legislatif tersebut. Di mata publik, upaya tersebut tak lain dilihat sebagai bukti inkonsistensi DPR dalam upaya pemberantasan korupsi.