Jangan Tangkap Koruptor Kecil Saja

Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat, yang membidangi hukum, Tjatur Sapto Edy mengungkapkan, Komisi Pemberantasan Korupsi diharapkan tak hanya menembak koruptor kecil. KPK juga harus berani menangkap koruptor besar yang mengisap sumber daya alam dan keuangan negara, yang hingga kini belum banyak tersentuh.

Jaksa yang Diduga Memeras Ditahan

Jaksa berinisial DSW, yang disangka memeras seorang pegawai badan usaha milik negara, Sabtu (12/2), resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi. DSW, yang bertugas di Kejaksaan Negeri Kota Tangerang, Banten, Jumat malam, ditangkap penyidik KPK seusai menerima uang dari korbannya.

Langkah Arsyad Sanusi Patut Diapresiasi

Meski Majelis Kehormatan Hakim hanya merekomendasikan teguran tertulis karena terbukti melanggar kode etik, Jumat (11/2), Arsyad Sanusi memilih mundur dari jabatannya sebagai hakim konstitusi. Arsyad memilih mundur demi menjaga keluhuran, kehormatan, kewibawaan, sekaligus kepercayaan publik kepada MK.

Langkah hakim Arsyad patut diapresiasi. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD menilai, keputusan Arsyad menunjukkan sikap kesatria seorang hakim yang membanggakan.

Ungkap Penyuap Gayus

Kejaksaan Agung meminta Gayus HP Tambunan dijerat dengan pasal suap dan bukannya gratifikasi dalam perkara korupsi Rp 28 miliar dan Rp 74 miliar. Karena itu, Kejaksaan Agung mendesak penyidik polisi bisa mengungkap pihak pemberi suap dalam perkara Gayus tersebut.

”Harus sedapat mungkin kita ungkap suapnya, bukan sekadar gratifikasi. Makanya kami kasih petunjuk supaya bisa terungkap,” ujar Jaksa Agung Basrief Arief, Jumat (11/2) di Jakarta.

40 Transaksi Mencurigakan Per Hari

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan angka korupsi yang sangat tinggi, mencapai 40 persen dari 1.400 analisis yang mereka lakukan. PPATK juga menemukan setidaknya 40 transaksi mencurigakan dalam sehari.

Demikian diungkapkan oleh Ketua PPATK Yunus Husein di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jumat (11/2), saat penandatanganan nota kesepahaman kerja sama pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pemberantasan korupsi antara PPATK dan KPK.

Pengawasan Masyarakat Cegah Korupsi di Sekolah

Pengucuran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), dana Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) seringkali menimbulkan masalah. Pengelolaan yang tertutup membuat penyelewengan dana sulit dibongkar. Padahal, potensi korupsi di wilayah ini sangat besar. Dari data Badan pemeriksa keuangan (BPK), ditemukan fakta bahwa "enam dari sepuluh sekolah menyelewengkan dana BOS".

Halo "Rekening Gendut"

Komisi Informasi Pusat mencuri perhatian. Selasa (8/2) pagi, dengan meminjam tempat di Gedung Mahkamah Konstitusi, majelis KIP menyatakan secara jernih bahwa informasi ”rekening gendut” yang sempat santer tahun lalu harus dibuka. Akan tetapi, Mabes Polri menolak putusan itu.

Di pengujung Juni 2010, sebuah majalah yang terbit di Ibu Kota diborong habis orang tak dikenal. Sempat beredar di media massa, si pemborong menggunakan mobil operasional aparat penegak hukum. Laporan majalah itu rupanya mengganggu kekuasaan. Ia membeberkan sejumlah ”rekening gemuk” para jenderal polisi.

Polri Dinilai Sulit untuk Transparan

Pihak Kepolisian Negara RI dinilai sulit transparan untuk menyampaikan informasi kepada publik, khususnya terkait dengan 17 rekening anggota kepolisian dan besarannya. Hal itu justru dapat menimbulkan berbagai spekulasi di kalangan masyarakat sehingga membuat kredibilitas kepolisian semakin rendah.

Ladang Korupsi Pejabat

Proyek pengadaan barang dan jasa pemerintah, baik di daerah maupun pusat, dijadikan ”ladang” korupsi. Hal itu terlihat dari data kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi sepanjang 2004-2010. Dari hampir 200 kasus yang ditangani, pengadaan barang dan jasa merupakan kasus yang terbesar, yaitu lebih dari 40 persen.

Nun(un) Jauh di Sana

Aneh bin ajaib! Di Republik ini, proses penegakan hukum, terutama agenda pemberantasan korupsi, hampir selalu menghadirkan ”orang kuat” yang sulit disentuh hukum. Kalaupun berhasil disentuh, hukum bekerja tidak normal bagi orang tersebut.

Kondisi tidak normal itu, misalnya, dapat dilacak dari lamanya hukuman yang dijatuhkan, segala kemudahan yang diperoleh selama menjalani masa tahanan, dan fasilitas lain yang memungkinkan yang bersangkutan untuk segera meninggalkan rumah tahanan.

Subscribe to Subscribe to