Presiden Didesak Segera Tandatangani Moratorium Hutan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak segera mengesahkan Instruksi Presiden terkait Moratorium Hutan sebagai upaya mengerem laju deforestasi hutan di Indonesia. Kerugian material dan ekologis akibat ganasnya pembalakan liar sangat memprihatinkan. Tercatat, laju deforestasi di kawasan hutan Kalimantan Tengah saja telah mencapai 400 ribu hektar pertahun akibat ekspansi lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit.

"Moratorium harus dipercepat, tentu saja, dengan perhitungan matang," ujar Teguh Surya, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonasia (Walhi), Senin (28/2/11).

Masyarakat sipil telah mengajukan draf moratorium dan mendesak Presiden segera mengesahkannya dalam Inpres. Namun Presiden hingga kini belum juga meneken draf, karena berbagai pertimbangan. Mengapa Presiden tak kunjung bergerak di tengah desakan yang semakin menguat? berikut perbincangan Farodlilah Muqoddam dari ICW dengan Teguh Surya.

Sejauh mana urgensi penetapan moratorium hutan ini?

Moratorium jeda tebang ini sangat penting segera disahkan. Semakin lama ditunda, pengusaha perkayuan semakin dapat mencari-cari celah hukum untuk mengakali aturan yang ada. Tapi tentu saja Presiedn harus benar-benar memastikan segala aturan yang tertera benar-benar efektif mengendalikan pembalakan liar.

Pemerintah Norwegia telah memberikan tenggat waktu hingga 2012. Kesempatan ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menyusun aturan yang rigid dan berpihak kepada upaya penyelamatan lingkungan.

Kenapa membutuhkan begitu lama waktu untuk meneken kontrak?

Ada berbagai kepentingan saling tarik-menarik. Salah satu kekuatan yang paling besar datang dari kalangan pengusaha. Namun saya rasa Presiden harus bersikap tegas, tak perlu takut dengan ancaman pengusaha.

Draf yang diajukan presiden ditolak oleh masyarakat sipil...

Ya, karena Presiden mengadopsi draf moratorium yang disusun oleh Kementerian Kehutanan. Draf itu dinilai bermasalah karena masih memasukkan pasal-pasal pengecualian untuk penebangan hutan dengan sejumlah syarat. Pasal pengecualian inilah yang kami tolak. Ini menjadi celah bagi pengusaha untuk mereguk keuntungan.

Karena itu kami meminta Presiden lebih cermat menelaah, dengan mempertimbangkan kelestarian hutan beserta lingkungan ekologisnya.

Apa akibatnya bila pengesahan moratorium terus ditunda?

Dampaknya sangat buruk, karena setiap hari semakin luas hutan kita menjadi korban pembalakan liar. Selain kerugian material yang telah dihitung ICW, dampak ekologisnya juga tak kalah buruk. Salah satu yang paling nyata, kebakaran hutan dan bencana kabut asap akibat pembukaan lahan baru.

Sejauh mana pengawalan masyarakat sipil terhadap pengesahan moratorium ini?

Kami menyiapkan draf yang kemudian diajukan ke Presiden. Namun draf itu kemudian dimerger dengan draf yang diajukan oleh Kemenhut, yang memasukkan pasal-pasal pengecualian. Kami menolak, dan saat ini draf tengah dikaji oleh senior lawyer dari Kesekretariatan Kabinet.

Apa saja yang masih perlu dikaji sebelum draf itu disahkan?

Yang pertama, hapus pasal-pasal pengecualian. Itu hal pokok yang harus dilakukan.

Poin kedua yang juga penting, pemerintah harus menentukan peta kajian lingkungan hidup strategis sebelum menetapkan moratorium. Bila peta itu belum jelas, pemberlakuan jeda tebang tidak akan efektif.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan