Pasien Miskin Keluhkan Administrasi Rumah Sakit

Sebanyak 70% pasien miskin pengguna kartu Jamkesmas, Jamkesda, Gakin dan SKTM mengeluhkan panjangnya alur administrasi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan rumah sakit. Mereka mengaku mendapat perlakuan diskriminatif ketika mendaftarkan diri dengan menunjukkan kartu jaminan kesehatan untuk pasien miskin.

"Akibatnya, pasien miskin enggan menggunakan kartu karena khawatir mendapat pelayanan berbeda," ujar peneliti Divisi Monitoring Pelayanan Publik ICW, Febri Hendri, dalam media briefing hasil riset pelayanan rumah sakit di sekretariat ICW, Selasa (22/2/2011).

Febri mengatakan, dari hasil riset ICW di 23 rumah sakit di Jakarta, Bekasi, Tangerang dan Depok pada 2010, pelayanan rumah sakit terhadap pasien miskin masih sangat buruk. Selain masalah administrasi, pasien juga mengeluhkan tingginya biaya obat, buruknya fasilitas dan pelayanan dokter serta perawat. Pasien juga mengeluhkan banyaknya pungutan liar saat hendak mengurus kartu jaminan kesehatan. Pungutan terutama ditemui saat mengurus surat di tingkat kelurahan.

Perlakuan diskriminatif terhadap pasien miskin diungkapkan oleh Yaya Sunarya, Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat di Desa Merak, Kecamatan Sukamulya, Kabupaten Tangerang. Yaya menceritakan, pada November 2010, dirinya mengantarkan seorang warga berobat ke Rumah Sakit Umum Tangerang. Setelah mendapat perawatan di UGD, pasien diperbolehkan pulang, dengan syarat membayar biaya administrasi. Padahal, kata Yaya, dirinya telah menunjukkan kartu Jamkesmas. "Pihak rumah sakit beralasan tidak dapat memanfaatkan kartu Jamkesmas karena saat itu hari Minggu, sehingga bagian administrasi Jamkesmas libur," kata Yaya.

Yaya juga beberapa kali ditolak saat hendak mengantar pasien ke rumah sakit dengan beragam alasan. "Terlalu lama menunggu proses dan dilempar kesana-kemari, ada pasien yang akhirnya meninggal sebelum mendapat perawatan," ujar Yaya.

Buruknya pelayanan rumah sakit terhadap pasien miskin ini, menurut Febri, bisa diatasi ketika pemerintah telah menjamin hak sosial kesehatan masyarakat melalui skema jaminan kesehatan universal coverage. Skema ini menjamin seluruh masyarakat mendapat pelayanan kesehatan dengan jaminan penuh oleh pemerintah. Namun sayangnya hingga kini jaminan ini belum dapat direalisasikan karena belum ada payung hukum, yakni RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). "Kami mendesak RUU BPJS segera disahkan. Kesampingkan alasan politik dan bisnis karena saat ini rakyat sangat membutuhkan jaminan kesehatan," tukas Febri. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan