RUU KUHAP dan KUHP: Langkah Mundur Pemberantasan Korupsi

Penolakan terhadap Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terus mengalir. Berbagai kalangan meyakini isi RUU KUHAP dan RUU KUHP merupakan langkah mundur pemberantasan korupsi dan mengusik rasa keadilan masyarakat.

“RUU KUHAP dan RUU KUHP mengebiri kekuasaan KPK karena dibuat oleh penguasa dan didukung oleh parlemen yang korup di mata publik,” tutur Romo Benny Susetyo, rohaniwan yang getol mendukung upaya pemberantasan korupsi, saat dimintai pendapatnya minggu lalu.

Ganjar: Penghilangan Penyelidikan Rawan Picu Aparat Sewenang-wenang

Ganjar Laksmana, akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia menilai Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana belum layak diterapkan di Indonesia. Ia mengkhawatirkan penghapusan ketentuan penyelidikan dalam RUU KUHAP rawan membuka celah penyalahgunaan kewenangan oleh aparat tak berintegritas dan membenarkan tindakan-tindakan intelijen. Menurut Ganjar, hilangnya penyelidikan juga melompati logika proses hukum.

Aparat riskan menyalahgunakan wewenang

Kuning Tidak Transparan!

Dewan Perwakilan Daerah Partai Golkar Nusa Tenggara Barat menggugat aktivis Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB Suhardi dan Komisi Informasi Daerah NTB pasca FITRA memenangkan sengketa informasi keuangan partai politik. Golkar juga menggugat ganti rugi Rp 1,053 miliar akibat merasa “harga dirinya diinjak-injak”.

Artinya, partai politik harus membuka laporan keuangannya karena termasuk informasi yang berhak diketahui publik.Pemohon Informasi Keuangan Parpol Dengan Ganti Kerugian Sebesar Rp 1,053 miliar.

Komitmen Antikorupsi Panja RUU KUHAP Diragukan

Komite untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana (KuHAP) mencatat nama-nama mulai dari ketua hingga anggota panitia kerja DPR untuk RUU KUHAP yang komitmen antikorupsinya diragukan, padahal mereka tengah membahas RUU yang akan turut menentukan nasib proses hukum pemberantasan korupsi ke depan.

Beberapa di antaranya bahkan tersangkut kasus yang sedang ditangani KPK. Beberapa partai politik juga disinyalir punya konflik kepentingan dalam pembahasan RUU ini.

“Aji Mumpung” Melemahkan Pemberantasan Korupsi

Kisruh RUU KUHAP masih terus bergulir. Melihat dari sisi prosedur dan pembahasan yang tak transparan, waktu yang mepet padahal substansinya sangat banyak, serta beragam konflik kepentingan para anggota panitia kerja, RUU KUHAP rawan jadi ajang pelemahan pemberantasan korupsi.

Komite untuk Pembaruan Hukum Acara Pidana (KuHAP) masih mendesak pemerintah segera menarik draf RUU dari DPR, karena tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi dan eksistensi KPK.

Demokrasi dan Transparansi Terancam Mati

Suhardi (aktivis  FITRA NTB) dan Komisi Informasi Daerah (KID) NTB digugat oleh Partai Golkar NTB ke Pengadilan Negeri NTB. Gugatan disebabkan putusan Komisi Informasi yang memenangkan permintaan informasi keuangan yang diajukan oleh FITRA NTB. Tidak main-main, DPD Golkar menuntut ganti kerugian materil dan immaterial dengan total sebesar Rp. 1. 053.000.000,-

Tren Korupsi Sektor Kesehatan 2013

ICW memetakan tren korupsi kesehatan tahun 2013. Anggaran sektor kesehatan masih sangat rawan dikorupsi. Selama tahun 2001 hingga 2013, ICW memantau 122 kasus korupsi kesehatan yang berhasil ditindak dengan 255 orang tersangka. Kerugian negara mencapai Rp 594,0 miliar. Pelaku korupsi kesehatan beragam  dari menteri, gubernur, hingga anggota DPRD.

RUU KUHAP Belum Bisa Diterapkan di Indonesia

Dalam kondisi negara “normal”, Rancangan Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) cocok diterapkan. Namun di negeri yang masih berjuang memberantas korupsi, RUU KUHAP mengancam upaya ini.

Ganjar Laksmana, akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia meyakini bahwa RUU KUHAP bertujuan untuk memperbaiki sistem hukum acara secara umum.

Tren Penindakan Kasus Korupsi 2013

ICW telah merilis Tren Pemberantasan Korupsi 2013, sebuah pandangan terhadap kerja pemberantasan korupsi sepanjang tahun lalu, khususnya penindakan oleh aparat penegak hukum. Peta perkara korupsi dijabarkan mulai dari sektor, modus, dan berbagai aspek dalam pemberantasan korupsi.

Periode pemantauan adalah 1 Januari 2013 hingga 31 Desember 2013. Data ICW bersumber dari media massa, website institusi penegakan hukum (kejaksaan, kepolisian, dan KPK), permintaan informasi pada aparat penegak hukum, dan laporan masyarakat serta mitra lokal ICW.

Dana Saksi Parpol, Akibat Khawatir Pemilu Curang

Munculnya usulan alokasi APBN untuk dana saksi partai politik dalam pemilu mengungkapkan suatu persoalan yang jauh lebih mendasar, yang selama ini menghantui keberadaan parpol. Di antaranya, gagalnya kaderisasi parpol dan sistem pelaksanaan pemilu yang buruk.

Peneliti ICW Abdullah Dahlan berpendapat bahwa partai politik hadir dengan tugas mendekatkan diri ke pemilih. Meminta dana saksi parpol pada APBN, terang Abdullah, memperlihatkan bahwa jika pembiayaan parpol jadi beban negara, akan menunjukkan bahwa parpol tidak mandiri.

Subscribe to Subscribe to