Penyiaran rekaman percakapan telepon antara pengusaha Anggodo Widjojo dan beberapa orang di hadapan majelis hakim Mahkamah Konstitusi membuat publik yakin akan luasnya dugaan jaring mafia peradilan di negeri ini. Mereka yang mengatur langkah lembaga hukum di negeri ini.
Awal mula gerakan sosial melawan korupsi pastilah tak lepas dari kisah sukses di Padang, Sumatera Barat. Gabungan sejumlah elemen masyarakat sipil kala itu berhasil menghadapkan 43 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumbar periode 1999-2004 ke meja hijau. Ada sorak kemenangan ketika Pengadilan Negeri Padang menghukum mereka bersalah pada 2004 meski putusan tersebut dianulir oleh Mahkamah Agung beberapa tahun kemudian.
”Kesejahteraan dan daya saing suatu bangsa ditentukan oleh satu karakter kultural: tingkat kepercayaan yang mensifati masyarakatnya”.
Dengan membuka transkrip percakapan (hasil sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi) antara Anggodo, keluarga, pengacara, dan jaringannya, Mahkamah Konstitusi telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa ini tentang modus para mafia menggerogoti uang negara dan berupaya membentengi diri agar terhindar dari jerat hukum.
Simbol ”cicak vs buaya” lebih dari sekadar pertarungan antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan kepolisian.
Tepuk tangan anggota Komisi III DPR 2009-2014 pada ujung pembeberan tiap butir kasus Bibit-Chandra versi pimpinan Polri dalam rapat dengar pendapat, Kamis (5/11), yang diikuti foto bersama, bukan saja memunculkan tanda tanya di mata publik, tetapi juga membuat hati rakyat dan nurani reformasi teriris.
Satu pekan terakhir ini, rakyat syok menyaksikan aparat hukum di negeri ini tidak ada nilainya sama sekali.
Suara rekaman telepon Anggodo Widjojo yang diputar di Mahkamah Konstitusi itu menjadi pembuka lagu berirama rap yang dinyanyikan Marzuki ”Kill the DJ”, musikus dari Yogyakarta, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Minggu (8/11). Hampir seribuan orang berkumpul di sana. Matahari meninggi. Terik membakar, tetapi mereka tidak beranjak, menyimak lirik sarat kritik. Simaklah lirik pembukanya:
Oposisi jalanan dinilai akan menguat menyusul kekecewaan publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan yang diharapkan bisa menjadi penyeimbang kekuasaan ternyata tak memiliki sikap kritis dan cenderung membela penguasa.
Testimoni mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar, yang dikembangkan polisi menjadi dugaan pemerasan oleh Wakil Ketua (nonaktif) KPK Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah, diduga hanya didasarkan pada keterangan Anggoro Widjojo kepada dirinya.