Korupsi semestinya tak hanya dilihat dalam kerangka normatif yang menekankan pada dimensi “dorongan moral” untuk memisahkan antara ranah individu dan kebutuhan publik dalam penggunaan wewenang yang dipegang termasuk dalam tata kelola pertambangan.
Jakarta – Pengelolaan sumber daya energi khususnya di sektor ketenagalistrikan sarat konflik kepentingan. Temuan itu diungkapkan dalam diskusi peluncuran kajian ICW dan Transpareny International Indonesia (TII) yang diselenggarakan di Kedai Tjikini, Jakarta Pusat, awal Februari lalu, (2/2/2023).
Dalam produk hukum kontroversial, kepentingan pebisnis dapat dilihat secara terang. Melalui revisi UU KPK, pebisnis secara mudah akan membajak proyek-proyek negara tanpa dapat disentuh secara hukum. UU No 2/2020 menguntungkan pebisnis karena memuat pasal penurunan pajak korporasi dari 25% ke 22%.
ICW melakukan eksaminasi publik terhadap kasus korupsi PLTU Riau-1. Kasus dalam proyek pembangkit listrik berbahan bakar batubara ini sebagaimana diketahui melibatkan aktor eksekutif, legislatif, dan pengusaha.
Eksaminasi dilakukan untuk memberikan semacam "second opinion" atas putusan hakim. Hasil eksaminasi menemukan adanya sejumlah pelanggaran yang diabaikan seperti kejahatan korporasi, cacat administrasi, hingga perdagangan pengaruh.
Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan terhadap pengelolaan PT PLN. Beberapa cakupan pantauan adalah aspek transparansi dan akuntabilitas PT PLN, kinerja keuangan, kasus korupsi, pelaksanaan megaproyek 35.000 MW, hingga temuan BPK.
Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan pemantauan terhadap tata kelola batubara di Indonesia. Hasil pemantauan ICW menemukan indikasi kerugian negara dari sektor batubara selama 2006 – 2016 mencapai Rp 133,6 triliun.