Koalisi Civil Society Organization APBN untuk Kesejahteraan Rakyat, Senin (11/4), mendaftarkan gugatan terhadap 13 pihak ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait pembangunan gedung baru Dewan Perwakilan Rakyat. Gugatan tersebut dilayangkan setelah somasi yang mereka kirimkan ke pihak terkait tidak ditanggapi.
”Kita jangan aneh-aneh membandingkan dengan rakyat yang susah. Itu jelas berbeda. Apa kita harus tinggal di gubuk reot juga, becek-becekan, kita harus realistis."
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan akan membentuk tim terpadu untuk investigasi agen pengiriman tenaga kerja Indonesia ataupun agen dan pemerintah negara lain yang mempekerjakan TKI. Jika memang TKI diperlakukan tidak layak di negara tujuan, pemerintah akan mengambil kebijakan moratorium pengiriman TKI.
Siapa pun yang mendukung pembangunan gedung baru DPR adalah golongan manusia tak beradab. Demikian pernyataan yang begitu keras dilontarkan sejumlah tokoh lintas agama menyikapi polemik pembangunan gedung baru DPR (5/4). -
Lima mantan anggota DPR, yaitu Agus Condro Prayitno, Max Moein, Rusman Lumbantoruan, Poltak Sitorus, dan Willem Max Tutuarima, didakwa menerima suap terkait dengan pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.
Demikian dakwaan dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin (11/4) siang. Dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi, yaitu Mochamad Rum, Riyono, Siswanto, dan Andi Suharlis. Kelima terdakwa datang didampingi sejumlah kuasa hukum mereka.
Praktik suap dan korupsi sekecil apa pun harus dipidanakan, terlebih di negara yang sarat korupsi seperti Indonesia. Pemberantasan korupsi tidak seharusnya dikalahkan masalah biaya dan persoalan administratif lainnya.
”Pasal yang menyatakan korupsi di bawah Rp 25 juta tidak harus dipidanakan sebaiknya dihilangkan dari RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Itu menyalahi prinsip hukum,” kata Guru Besar Hukum Universitas Andalas Saldi Isra, akhir pekan lalu di Jakarta.
Kontroversi pendapat fraksi-fraksi partai politik di DPR soal jadi atau tidaknya pembangunan gedung baru hanyalah drama yang bersifat elitis demi kepentingan kelompok. Semua itu menutupi kelemahan tugas wakil rakyat dalam membuat undang-undang, mengawasi pemerintah, dan menyusun anggaran yang memihak kepentingan rakyat.
Izin presiden untuk memeriksa kepala daerah yang menjadi tersangka atau saksi sebaiknya disederhanakan. Materi perkara dan kelengkapan alat bukti sebaiknya tidak menjadi syarat untuk meminta izin presiden.
”Setkab atau Setneg itu bukan penegak hukum sehingga mereka tidak seharusnya menilai suatu perkara. Kejaksaan Agung juga sebenarnya tidak perlu menyertakan kelengkapan materi perkara untuk meminta izin, cukup kelengkapan administrasi seperti KTP dan sejenisnya,” kata pakar hukum Universitas Gadjah Mada, Fajrul Falaakh, Senin (11/4) di Jakarta.
Sukarwo mengakui memang ada yang tidak pas dari sisi etika.
Gubernur Jawa Timur Soekarwo berjanji akan melakukan evaluasi soal masuknya Ketua Dewan Pimpinan Daerah Golkar Jawa Timur Martono menjadi salah satu komisaris di badan usaha milik daerah PT Petrogas Jatim Utama. "Akan kita evaluasi. Usulan Komisi C (Komisi Keuangan DPRD Jawa Timur) itu bagus. Pasti kita evaluasi," kata Soekarwo kemarin.
Presiden ikut diseret.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menggugat Dewan Perwakilan Rakyat yang memutuskan melanjutkan pembangunan gedung baru. Gugatan citizen lawsuit--gugatan warga negara terhadap penyelenggara negara--itu bakal didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin ini.
"Kami menggugat pemimpin DPR, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR, dan juga Presiden. Total sekitar 13 orang," ujar koordinator advokasi dan investigasi Fitra, Uchok Sky Khadafi, saat dihubungi kemarin.