Penyimpangan Anggaran; Dana Bantuan Sosial Rawan Dikorupsi

Penggunaan dana bantuan sosial yang bersumber dari APBD ataupun APBN rawan dikorupsi.

Ketua Komisis Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas di Jakarta, Selasa (5/4), jumlah dana bantuan sosial mencapai ratusan triliun per tahun. Sepanjang 2007-2010 pemerintah menganggarkan Rp 300,94 triliun untuk bantuan sosial, yang terdiri atas Rp 48,46 triliun di tingkat daerah (APBD) dan Rp 252,48 triliun di tingkat pusat (APBN).

Selama tahun 2010 KPK mendapatkan 98 pengaduan dari masyarakat terkait dengan dana bantuan sosial ini. ”Hingga Maret 2011 KPK telah menangani enam perkara terkait dengan penyalahgunaan bantuan sosial, empat perkara telah berkekuatan hukum tetap, satu penuntutan, dan satu penyidikan,” kata Busyro.

Wakil Ketua KPK M Jasin saat memaparkan kajian KPK menyatakan, terkait dengan dana bantuan sosial, pihaknya menemukan tiga temuan di bidang regulasi dan tujuh temuan soal tata laksana. Kajian tersebut dilakukan berawal dari banyaknya penindakan KPK yang terkait dengan penggunaan dana bantuan sosial.

Jasin mengatakan, dari hasil kajian dalam aspek regulasi, misalnya, ditemukan tidak adanya peraturan Menteri Dalam Negeri yang secara khusus mengatur pengelolaan bantuan sosial. Akibatnya, tidak terdapat pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun pengelolaan belanja bantuan sosial.

”Akibatnya, pengelolaan dana bansos di daerah tidak seragam. Contohnya, di Jawa Barat dituangkan dalam keputusan Gubernur, sedangkan di Bogor keputusan Bupati,” tutur Jasin.

KPK juga menemukan adanya ketidaksinkronan dalam sejumlah kebijakan Mendagri dan tidak adanya ketentuan yang mengatur asas keadilan dalam pengelolaan dana bantuan sosial.

Dalam soal tata laksana, KPK menemukan tujuh kelemahan yang dibagi dalam penganggaran (2 temuan), penyaluran (2 temuan), serta pertanggungjawaban dan pengawasan (3 temuan). KPK di antaranya menyebutkan adanya temuan mengenai tidak adanya kebijakan dan kriteria yang jelas dalam pemberian bantuan sosial.

Jasin mencontohkan, ada bantuan sosial di suatu daerah yang diberikan kepada ”wartawan senior” dan juga ”persatuan istri anggota dewan”. Mereka juga sering tidak merinci obyek penerima bantuan sosial. Misalnya, ada bantuan disebut untuk ”partai A, untuk Pak N”.

KPK berpandangan, ada kebutuhan yang mendesak bagi Mendagri menyusun pedoman pengelolaan belanja bantuan sosial. Mendagri diharapkan membuat rencana aksi atas saran perbaikan dan menyampaikan rencana aksi tersebut ke KPK sebelum 4 Mei 2011. (RAY)
Sumber: Kompas, 6 April 2011
--------------
KPK: Dana Sosial Rawan Dikorupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi menilai pengelolaan dan belanja dana bantuan sosial di pemerintah daerah rawan korupsi. "Dana bansos (bantuan sosial) menjadi sumber paling empuk untuk melakukan penyimpangan," ujar Wakil Ketua KPK M. Jasin dalam pertemuan dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan sejumlah pejabat lainnya di gedung KPK kemarin.

Jasin mengungkapkan belanja dana bantuan sosial merupakan bagian dari keuangan daerah yang harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan, efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan. Dalam tiga tahun terakhir, pemerintah menganggarkan Rp 300,94 triliun untuk dana itu, yang terdiri atas Rp 48,46 triliun di tingkat daerah dan Rp 252,48 triliun di tingkat pusat.

Jasin menjelaskan, KPK telah mengkaji kebijakan pengelolaan dana tersebut. Hasilnya, kata Jasin, "Bukti yang kami temukan, pasti ada penyimpangan." Setidaknya ada 10 temuan pada pengelolaan dana itu. Temuan tersebut meliputi dua aspek, yakni tiga temuan pada aspek regulasi dan tujuh temuan pada aspek tata laksana.

Dari aspek regulasi, menurut Jasin, bahkan KPK menemukan adanya ketidakcocokan antara peraturan Menteri Dalam Negeri yang sama-sama mengatur dana bantuan sosial. Karena itu, KPK menyarankan Kementerian Dalam Negeri melakukan revisi surat edaran Nomor 900/277 dengan memperhatikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 1999.

Adapun Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan pemerintah akan merumuskan kembali kebijakan pengelolaan belanja dana bantuan sosial. Menurut dia, pedoman pengelolaan dana bantuan sosial sebenarnya sudah ada. Namun, kata dia, KPK meminta lebih terperinci lagi. "Apakah kami akan mengatur persentase (penerimaan bansos) atau kami atur berdasarkan kepatutan dan kelayakan. Itu yang akan dibahas bersama KPK," ujar Gamawan. ISMA SAVITRI
 
Sumber: Koran Tempo, 6 April 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan