Masyarakat Somasi DPR Soal Pembangunan Gedung

Penolakan pembangunan gedung baru DPR RI tak hanya datang dari kalangan yang disebut ketua DPR Marzuki Ali sebagai kalangan yang melek internet. Warga masyarakat kecil, rakyat miskin, korban penggusuran, juga bersuara lantang menolak pembangunan senilai Rp 1,138 triliun rupiah itu.

Di halaman kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Selasa (5/4/2010), sejumlah kelompok masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMP) dan Aliansi Masyarakat Anti Penggusuran (AMAP), menyatakan penolakan pembangunan gedung baru DPR dengan menandatangani somasi yang akan diajukan kepada Ketua DPR RI.

Nenek Dela, anggota JRMP dari kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, dalam orasinya mengatakan, anggota DPR tidak punya alasan untuk membangun gedung baru ketika masyarakat miskin seperti dirinya masih kebingungan mendapatkan tempat tinggal layak. "Sudah banyak kan fasilitas yang mereka dapat. Gaji juga sudah gede. Kok minta gedung baru lagi. Sementara kami rakyat kecil justru digusur-gusur," kata Dela geram.

Sulaiman, warga korban penggusuran mengatakan, anggota DPR yang ngotot tetap mempertahankan keinginan untuk membangun gedung telah kehilangan nuraninya. Menurut Sulaiman, anggota dewan sudah benar-benar tidak memperhatikan rakyat.

Penolakan juga disampaikan oleh pengusaha Fahmi Idris. Saat ditemui usai menandatangani somasi, Fahmi mengatakan bahwa DPR bersikap berlebih-lebihan dengan rencana membangun gedung baru. Saat ini, menurut Fahmi, kondisi gedung DPR masih sangat layak ditempati. "Saya sebagai rakyat yang membayar pajak, menyatakan penolakan. Marzuki seharusnya mengundang pimpinan fraksi untuk membatalkan pembangunan gedung," ujar Fahmi.

Pembangunan gedung baru, menurut peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Apung Widadi, harus ditolak, karena berpotensi menjadi ajang bagi-bagi proyek. "Dari catatan ICW, DPR selalu bermasalah dalam pengadaan proyek. Contohnya, anggaran proyek renovasi rumah jabatan anggota DPR digelembungkan. Apalagi ini nilai proyeknya sangat besar. Potensi penyelewengan juga semakin besar," tukas Apung. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan