Sebagai negara sedang berkembang, Indonesia tak lepas dari masalah khas negara berkembang.
Dugaan suap yang menimpa Ketua Mahkamah Agung belakangan ini menjadi fase penting yang memungkinkan kita merumuskan kembali perbincangan tentang korupsi di negeri ini.
Tega benar para pengatur strategi kebijakan penguasa. Harga BBM dinaikkan menjelang Ramadhan, tunjangan DPR dan anggaran kepresidenan ditingkatkan menjelang Lebaran.
Kebhinnekaan institusi pemerintah menjadi tunggal bila sorotan diarahkan pada korupsi. Salah satu indikator pentingnya adalah terungkapnya sindikat peradilan di tubuh MA.
The difference between a kleptocrat and a wise statesman, between a robber baron and a public benefactor is merely one of the degree. (Jared Diamond)
Soal pengadaan buku sekolah dan rencana kenaikan gaji guru merupakan dua hal yang menarik perhatian saya ketika membaca iklan Mendiknas berjudul Menjawab Keraguan dengan Karya. Iklan tersebut disajikan oleh Biro KLN dan Humas Depdiknas di harian Kompas terbitan 24 Oktober 2005 halaman 25.
Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan hari Senin (31/10) menggelar rapat pleno hakim agung. Rapat tersebut digelar untuk menjelaskan skandal suap yang terjadi di lingkungan MA.
Gubernur Banten (non-aktif) Djoko Munandar mengakui, tunjangan kegiatan Panitia Anggaran DPRD Banten memang diberikan untuk memperlancar pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2003.
Sekretaris Perusahaan PT Pupuk Kaltim Harry Poernomo membantah pernah memberikan pernyataan atau keterangan terkait dengan penyelidikan berbagai dugaan korupsi di perusahaannya. Klarifikasi itu diharapkan dapat menjernihkan kontroversi penanganan kasus yang sudah masuk ke Timtastipikor tersebut.
Indonesian Corruption Watch (ICW) kemarin melaporkan dugaan korupsi Rp 400 miliar yang terjadi di tiga badan usaha milik negara (BUMN) kepada Men BUMN Soegiharto. Ketiga BUMN itu adalah TVRI, Perumnas, dan PT Pindad. Korupsi di TVRI sekitar Rp 7,2 miliar, Perumnas Rp 350 miliar, dan PT Pindad Rp 40 miliar.