Khairiansyah Tersangka Kasus Suap

Menerima uang dari lembaga yang diperiksa itu lumrah.

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat kemarin menetapkan Khairiansyah, mantan auditor Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai tersangka dalam kasus penyuapan Dana Abadi Umat. Dia sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya. Surat perintah penyidikannya mulai hari ini (kemarin), kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Salman Maryadi.

Tiga orang lainnya adalah Hariyanto, Tohari Sawanto, dan Mukrom A'sad. Mereka diduga beberapa kali menerima uang yang bersumber dari Dana Abadi Umat. Nama mereka berempat sebelumnya sebenarnya sudah pernah disebut sebagai penerima dana dalam surat dakwaan jaksa terhadap mantan Menteri Agama Said Agil Husein al-Munawar, terdakwa korupsi Dana Abadi Umat. Namun, baru kemarin mereka ditetapkan sebagai tersangka.

Dalam surat dakwaan jaksa dengan nomor register perkara PDS-11/JKTPS/0905 disebutkan bahwa Khairiansyah sebagai auditor Badan Pemeriksa Keuangan menerima uang transpor Rp 10 juta pada 23 September 2003.

Tiga auditor lain yang memeriksa keuangan Dana Abadi Umat juga disebutkan menerima uang dalam berbagai bentuk, seperti uang tunjangan hari raya, uang operasional dan transportasi. Total, menurut surat dakwaan itu, mereka menerima lebih dari Rp 386 juta.

Khairiansyah yang baru saja menerima penghargaan internasional dari Transparency International karena perannya dalam membongkar korupsi di Komisi Pemilihan Umum ini belum dapat dimintai keterangan tentang penetapannya sebagai tersangka. Namun, dalam wawancara dengan Tempo, Juli lalu, ia membantah menerima dana dari rekening Dana Abadi Umat. Ah, nggak ada itu, ujarnya waktu itu.

Pengacara Khairiansyah, Todung Mulya Lubis, menyatakan sudah mengetahui penetapan itu dari beberapa wartawan, bukan dari kejaksaan. Dia belum bisa berkomentar karena belum dihubungi oleh Khairiansyah. Terlalu dini untuk memberi pernyataan soal itu, katanya.

Mukrom As'ad mengaku belum mengetahui soal penetapannya sebagai tersangka. Saya belum tahu. Saya membaca saja dari koran soal auditor BPK disebut-sebut menerima itu, tapi saya tidak tahu siapa saja. Saya tunggu saja kelanjutan di koran, kata Mukrom kepada Tempo kemarin.

Dalam wawancara yang ditulis Tempo Juli lalu, Mukrom juga pernah menjelaskan kasus tersebut. Mukro mengakui, ia memang menerima sumbangan dana dari Departemen Agama. Kami memang waktu itu memerlukan dana untuk melakukan pemeriksaan di Jeddah, Arab Saudi, katanya saat itu.

Badan Pemeriksa Keuangan kemudian meminta dana itu disetor ke Departemen Keuangan sebagai pendapatan negara bukan pajak dan melaporkannya ke Sekretaris Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan. Duit ini kemudian dicairkan dengan surat otorisasi Departemen Keuangan. Jumlahnya sekitar Rp 600 juta.

Hasan Bisri, anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang kini bertugas memeriksa Departemen Agama, mengatakan bahwa menerima uang dari lembaga yang diperiksanya adalah lumrah. Itu legal karena melalui proses surat-menyurat antarinstansi dan tidak orang per orang, ujar Hasan. DIAN YULIASTUTI

Sumber: Koran Tempo, 22 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan