Mantan Hakim Kasasi Probo Diperiksa
Putusan pengadilan tata usaha negara diminta dilaksanakan.
Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Hakim Agung Parman Soeparman, mantan anggota majelis kasasi yang menangani perkara dugaan korupsi pengusaha Probosutedjo. Parman diperiksa selama tujuh jam sejak pukul 08.00 WIB kemarin terkait dengan kasus dugaan suap lima pegawai Mahkamah Agung dan mantan hakim tinggi Harini Wiyoso.
Seusai pemeriksaan kemarin, Parman enggan berkomentar. Dia malah terkesan menghindar karena keluar melalui pintu samping gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Ketika dicegat para wartawan, Parman hanya mengatakan, Nggak, nggak, ketika ditanya apakah mengenal Harini Wiyoso. Jawaban yang sama juga diberikan Parman saat ditanyai apakah menerima uang dan mengadakan pertemuan dengan Harini di Bali.
Parman adalah anggota majelis kasasi Probosutedjo bersama Bagir Manan dan Usman Karim. Dia kemudian mengundurkan diri setelah mencuatnya kasus dugaan suap lima pegawai Mahkamah Agung dan mantan hakim tinggi Harini Wiyoso, yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi pada 13 Oktober. Sebagai hakim, Parman merasa independensinya terganggu dalam menyidangkan kasus korupsi dana reboisasi hutan tanaman industri yang melibatkan Probosutedjo.
Sementara itu, Arrizal Boer--pengacara Probosutedjo--mendesak agar Menteri Kehutanan agar segera melaksanakan putusan kasasi pengadilan tata usaha negara yang dimenangkan kliennya. Dalam pekan ini, kami akan mengirimkan surat permintaan, kata Arrizal saat dihubungi di Jakarta kemarin.
Selain kasus pidana yang menghadang, Probosutedjo mengajukan gugatan ke pengadilan tata usaha negara. Probosutedjo menggugat surat keputusan Menteri Kehutanan tentang pencabutan pemberian hak penggunaan hutan tanaman industri pulp atas area 268.585 hektare di Kintap, Tanah Laut, Kalimantan Selatan, kepada PT Menara Hutan Buana, yang dimiliki Probosutedjo. Walhasil, pada Juli lalu, Mahkamah Agung memutus sengketa surat itu. Putusannya, memenangkan Probosutedjo.
Menurut Arrizal, surat permintaan itu meminta agar Menteri Kehutanan mencabut surat keputusan yang membatalkan hak PT Menara Hutan Buana. Bila tidak, klien kami akan melayangkan surat peringatan (somasi). Langkah terakhir, menggugat Menteri Kehutanan dan meminta ganti rugi karena melakukan perbuatan melawan hukum, kata dia. EDY CAN
Sumber: Koran Tempo, 22 November 2005