Kejaksaan Agung menilai Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak konsisten dalam putusan permohonan praperadilan surat ketetapan penghentian penuntutan perkara (SKP3) mantan presiden Soeharto. Menurut jaksa Marwan Effendi, kuasa hukum kejaksaan dalam sidang praperadilan, pengadilan menerapkan standar ganda ketika memutuskan bahwa surat kasus Soeharto tidak sah dan perkara itu dapat dibuka kembali.
Perkara segera dilimpahkan, tinggal satu alat bukti.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin menggelar sidang kasus dugaan korupsi pungutan liar di Konsulat Jenderal RI di Penang, Malaysia. Kasus ini melibatkan dua terdakwa, yakni bekas Kepala Subbidang Imigrasi Konsulat Jenderal RI di Penang M. Khusnul Yakin Payoppo dan mantan Konsulat Jenderal RI di Penang, Malaysia, Erick Hikmat Setiawan.
Menteri Dalam Negeri melalui Sekretaris Jenderal Departemen Dalam Negeri melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi tentang pengembalian uang amplop DPR kepada kas negara.
Langkah Kejaksaan Agung untuk menutup kasus korupsi mantan Presiden Soeharto akhirnya kandas di tengah jalan. Pasalnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Gerakan Adili Soeharto (Gemas), Asosiasi Penasihat Hukum dan HAM Indonesia (APHI) serta Komite Tanpa Nama atas keluarnya Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan Perkara (SKP3) Kasus Soeharto. Hakim tunggal Andi Samsam Nganro dalam amar putusannya menyatakan SKP3 Soeharto tidak sah. Penerbitan SKP3 tersebut dinilai tidak tepat dan prematur. Karena bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung No 1846 K/Pid/2000 yang memerintahkan jaksa untuk melakukan pengobatan terdakwa atas biaya negara dan setelah sembuh dihadapkan ke persidangan.
Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jateng meminta Komisi Yudisial (KY) berlaku adil dalam memberikan sanksi terhadap tiga hakim perkara korupsi APBD Jateng dengan terdakwa Asrofie dkk.
Sejak awal proyek busway menuai banyak kritik. Tapi, setelah jadi, proyek ini malah mendapat seabrek pujian. Warga meminta pemerintah memperluas jaringan bus khusus itu ke seluruh wilayah Ibu Kota.
Bupati Dompu Abubakar Ahmad terancam dicopot dari jabatannya jika ditetapkan sebagai terdakwa dan perkaranya disidangkan di pengadilan. Abubakar diduga terlibat dalam kasus korupsi dana tak terduga Pemerintah Kabupaten Dompu 2003-2005 sebesar Rp 4,6 miliar.
Kejaksaan Tinggi Banten membantah tuduhan memeras.