Wali Kota Harus Bertanggung Jawab

Pelaksana tugas masuk penjara. Pemberi tugas dianggap tak terlibat.

Banyak orang tak percaya bahwa hukum dan pengadilan merupakan jalan untuk mencari keadilan. Dhermawan Ilyas, 51 tahun, termasuk salah seorang yang tak percaya jalur itu.

Dhermawan, bekas Kepala Suku Dinas Kebudayaan dan Permusemuan Jakarta Timur, mengatakan, dia tak bersalah dalam kasus pengalihan dana yang menyeretnya ke penjara. Sebab, dia mengalihkan dana itu berdasarkan surat tugas Wali Kota Jakarta Timur Koesnan A. Halim.

Seharusnya Wali Kota juga ikut bertanggung jawab, kata Dhermawan dari dalam penjara Cipinang, Jakarta, saat dihubungi lewat telepon dua hari lalu.

Dhermawan mengatakan, surat tugas dari Wali Kota itu keluar pada 28 Mei 2004, dua hari sebelum pelaksanaan Gebyar Marawis 2004. Menurut Dhermawan, acara peringatan ulang tahun Jakarta yang melibatkan 3.500 personel marawis itu dari awal tak ada dananya. Tapi, karena ada surat tugas dari Wali Kota, Dhermawan memakai dana kegiatan lain di suku dinas yang ia pimpin. Jumlah dana yang ia alihkan sekitar Rp 612 juta.

Namun, gara-gara menjalankan tugas Wali Kota itu, Dhermawan kini justru mendekam di penjara. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menghukumnya 2 tahun penjara dan denda Rp 2 juta. Dia juga mendapat hukuman tambahan denda Rp 2 juta subsider 6 bulan penjara. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Timur juga telah menghukum Yuyun Djuanda--bawahan Dhermawan--selama 2 tahun 6 bulan.

Dhermawan menyatakan tak bisa menerima vonis itu. Tapi dia tidak akan meminta banding. Saya sudah tak percaya pada lembaga peradilan. Jika mengajukan permohonan banding, kata Dhermawan, bukan keadilan yang bakal ia peroleh. Uang yang keluar akan lebih banyak. Kasihan istri saya harus pontang-panting.

Tempo mendapat salinan surat yang dimaksud Dhermawan. Surat bernomor 1398/073.554 itu berkop Wali Kota Madya Jakarta Timur dan diteken Koesnan A. Halim.

Surat itu menugasi Dhermawan dua hal. Pertama, menyiapkan personel Marawis sebanyak 3.500 orang. Kedua, menyiapkan musik gambang kromong dan lenong Betawi. Tapi surat itu tak menyebutkan berapa dan dari mana dana kegiatan diambil.

Dalam pembelaannya, kuasa hukum terdakwa sempat meminta majelis hakim menjadikan surat Wali Kota itu sebagai bukti untuk membebaskan terdakwa dari tuntutan jaksa. Terdakwa terpaksa melakukan pengalihan dana karena dalam tekanan psikologis dari Wali Kota, kata Rizal Patuan Lubis, kuasa hukum terdakwa, dalam persidangan 19 Juni lalu.

Namun, dalam putusannya 3 Juli lalu, majelis hakim tak menjadikan surat Wali Kota itu sebagai hal yang meringankan bagi terdakwa. Sebaliknya, menurut majelis hakim, itu malah memberatkan terdakwa. Sebab, terdakwa tahu bahwa waktu dua hari tak cukup untuk pemindahan anggaran.

Yang memberatkan, terdakwa tak menyatakan tidak atas perintah atasannya, kata hakim Fritz John Polnaja.

Sementara itu, Koesnan A. Halim mengatakan, putusan hakim di persidangan jangan dijadikan polemik. Hakim sudah menilai. Kalau dipolemikkan akan jadi debat kusir, ujarnya. Tapi, jika proses menuntut dia bertanggung jawab, Koesnan menyatakan siap menghadapi.

Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Timur Fietra Sany mengatakan, penuntutan jaksa atas Dhermawan sudah sesuai dengan fakta di lapangan. Sebagai pemberi tugas Gebyar Marawis, kata Fietra, Koesnan tidak terlibat. Surat tugas dari Wali Kota tak ada kaitannya (dengan pengalihan dana), katanya. RUDY PRASETYO

Sumber: Koran Tempo, 7 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan