ICW: 11 Calon Hakim Agung Tak Penuhi Syarat
Indonesia Corruption Watch menemukan sebanyak 11 calon hakim agung tidak memenuhi persyaratan administrasi. Koordinator Bidang Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch Emerson Juntho mengatakan pelanggaran persyaratan administrasi itu berupa masa kerja dan pengalaman di bidang hukum.
Sabtu, 08 Juli 2006
Nasional
Administrasi
Menurut dia, dari 11 calon hakim agung, seorang calon yang diajukan Mahkamah Agung tidak memenuhi persyaratan. Calon tersebut, kata Emerson, menjadi hakim tinggi kurang dari tiga tahun--yang merupakan salah satu syarat administrasi calon hakim agung. Calon itu baru sekitar dua tahun sebagai hakim tinggi, dan setelah itu ditarik menjadi direktur di MA, kata Emerson dalam jumpa pers di Jakarta kemarin.
Emerson berpendapat pengertian hakim tinggi adalah hakim yang bertugas di pengadilan tinggi. Sedangkan hakim tinggi yang ditugasi di Mahkamah Agung, kata dia, tidak bisa dikategorikan sebagai hakim tinggi. Calon itu seharusnya tidak lolos seleksi administrasi, ujarnya.
Pelanggaran serupa terjadi pada calon yang berasal dari jalur nonkarier. Ada calon yang baru lulus dari fakultas hukum pada 1994, katanya. Padahal calon dari jalur nonkarier harus memiliki pengalaman di bidang hukum minimal 25 tahun.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi Yudisial, Soekotjo Soeparto, mengatakan status hakim tinggi yang bekerja di Mahkamah Agung tetap sebagai hakim tinggi. Itu tidak jadi masalah, ujarnya.
Soekotjo menegaskan panitia telah menyeleksi ketat seluruh persyaratan calon hakim agung. Dari 130 pelamar, kata dia, panitia seleksi telah meloloskan 88 orang. Saat ini mereka menjalani tes kesehatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta.
Soekotjo mengingatkan semua calon hakim agung agar tidak mempercayai pihak yang menawarkan bantuan untuk meloloskan mereka menjadi hakim agung. Jangan mempercayai hal-hal seperti itu. Seleksi ini bebas biaya, ujarnya.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, ICW, dan Gerakan Rakyat Antikorupsi meminta Komisi Yudisial terbuka mengenai kriteria dan indikator untuk seleksi calon hakim agung. Agar menghindarkan penilaian yang subyektif, kata A. Patra M. Zen, Ketua Ad Intern Yayasan LBH Indonesia. SUTARTO
Sumber: Koran Tempo, 8 Juli 2006