Babak baru kasus Bank Century dikhawatirkan hanya berujung pada persekongkolan politik. Indonesia Corruption Watch (ICW) mewaspadai adanya upaya barter politik, yakni penukaran sejumlah kasus yang melibatkan elite partai politik yang memilih opsi C (menyatakan bailout salah) dengan kasus Century yang kini membelit pemerintah.
Penyelidikan Dewan Perwakilan Rakyat atas kasus pemberian dana talangan Bank Century dinilai belum tuntas. Lembaga legislatif itu sama sekali tidak menyentuh ke mana aliran dana talangan senilai Rp 6,7 triliun tersebut dicairkan.
Pendapat itu disampaikan mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif saat dihubungi dari Jakarta, Minggu (7/3).
Tindak lanjut proses hukum hasil Rapat Paripurna DPR soal hak angket Bank Century bisa dilakukan melalui dua jalan (double tracks), yaitu melalui mekanisme hukum, tetapi juga mekanisme politik. Tidak hanya dilakukan di ranah hukum pidana, tetapi juga pada ranah hukum tata negara.
Untuk itu, DPR didesak menggunakan hak menyatakan pendapat dan merekomendasikannya ke Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, MK dapat mengadili kasus tersebut sesuai ketentuan hukum tata negara.
Praktik Rekayasa Tidak Dianggap sebagai Kejahatan
Fenomena rekayasa pidana oleh aparat penegak hukum tak dapat dibiarkan terus-menerus terjadi. Sejak puluhan tahun lalu peristiwa rekayasa pidana berkali-kali terjadi, menimpa berbagai kalangan di masyarakat, menjadi sorotan publik, dan menuai kecaman. Namun, praktik semacam itu hingga kini masih terus terjadi.
Bahkan, akhir-akhir ini, peristiwa rekayasa pidana menimpa rakyat kecil.
Kejagung Tinggal Lakukan Pemberkasan
Tim penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) selangkah lagi merampungkan penyidikan dua kasus korupsi yang melibatkan dua bupati di Jawa Timur. Penyidik tinggal melakukan pemberkasan dan memeriksa sejumlah saksi tambahan sebelum melimpahkan perkara ke tahap penuntutan.
Dua kasus itu adalah dugaan korupsi pembebasan lahan proyek lapangan terbang (lapter) di Banyuwangi dengan tersangka Bupati Ratna Ani Lestari. Kemudian, kasus kebocoran kas daerah (kasda) Pemkab Pasuruan dengan tersangka Bupati Dade Angga.
Kumpulkan Data Tambahan, Besok Gelar Perkara Lanjutan
Gelar perkara atau ekspose kasus Bank Century yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jumat lalu (5/3) belum menghasilkan keputusan signifikan. Kasus yang mencatut nama Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati itu masih dalam tahap penyelidikan. Namun, KPK menemukan sedikit kemajuan terkait dengan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) kepada Bank Century.
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pengungkapan kasus Bank Century harus segera menyeret pejabat yang bertanggung jawab. ICW meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera meningkatkan status penyelidikan kasus Century ke tahap penyidikan.
"Dalam waktu satu bulan kami minta KPK sudah menetapkan tersangka. Kasus Century ini sudah sangat jelas pelanggarannya," kata Danang Widoyoko, koordinator ICW, dalam keterangan pers di sekretariatnya, Kalibata, Jakarta, kemarin (7/3).
SETELAH menggelar rapat paripurna dua hari (2-3 Maret 2010), akhirnya mayoritas anggota DPR (325 suara atau 60 persen) menyatakan sikap bahwa penalangan dana Bank Century (2008) bermasalah. Sejumlah pejabat pun harus bertanggung jawab. Sikap ini dipilih kelompok "oposisi plus", yaitu PDI Perjuangan, Partai Hanura, dan Partai Gerindra, bekerja sama dengan Partai Golkar, PKS, dan PPP.
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pimpinan Sementara Komisi Pemberantasan Korupsi. Alasannya, Perppu Nomor 4 Tahun 2009 tersebut tidak punya nilai guna atau tidak lagi urgen saat ini. Apalagi pasca-kembalinya Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah ke KPK.
Namun, di sisi lain, fraksi Partai Demokrat tetap bersikukuh bahwa perppu bertujuan untuk menyelamatkan KPK (Kompas, 2/3). Dengan demikian, siapa pun yang menolak sama artinya sedang menggembosi KPK. Mana yang benar?
Pengajuan Peraturan Pengganti UU (Perpu) No 4 Tahun 2009 tentang penunjukan tiga pimpinan sementara KPK sebagai UU ditolak DPR. Konsekuensinya, Tumpak Hatorangan yang selama ini menjabat Plt ketua KPK secara cepat atau lambat harus hengkang dari KPK. Karena itu, pasca penolakan tersebut, praktis kendali langsung KPK berada di tangan empat pimpinan KPK yang masih ada.