ICW Mewaspadai Adanya Upaya Barter Politik
Babak baru kasus Bank Century dikhawatirkan hanya berujung pada persekongkolan politik. Indonesia Corruption Watch (ICW) mewaspadai adanya upaya barter politik, yakni penukaran sejumlah kasus yang melibatkan elite partai politik yang memilih opsi C (menyatakan bailout salah) dengan kasus Century yang kini membelit pemerintah.
ICW membeberkan beberapa indikasi yang memungkinkan adanya tukar guling kasus tersebut. Peneliti ICW Febri Diansyah mencontohkan hasil akhir rapat paripurna DPR yang tidak merekomendasikan hak menyatakan pendapat. Putusan tersebut sangat mengherankan. Setelah bailout Century dinyatakan melanggar hukum yang melibatkan Wapres Boediono, seharusnya DPR melangkah dengan hak menyatakan pendapat. Selain itu, katanya, indikasi tersebut terlihat dari menurunnya eskalasi politik di DPR.
"DPR telah 'berhasil' menjaga agar proses panjang Pansus Century tidak mempersoalkan impeachment. Ini potensial menimbulkan penyimpangan baru," kata Febri dalam keterangan pers di Sekretariat ICW, Jakarta, kemarin (7/3).
Potensi barter kasus itu, jelasnya, terlihat ketika pemerintah juga getol mengungkapkan sejumlah kasus yang melibatkan tokoh ataupun kader parpol yang memilih opsi bailout Century bermasalah. Sebut saja, dugaan kasus induk KUD (Inkud) dan pajak yang melibatkan Aburizal Bakrie (Ketum Golkar) dan Setya Novanto (ketua Fraksi Partai Golkar). Pidato Presiden SBY juga menyinggung kebijakan Release and Discharge (R & D) sejumlah debitor BLBI yang diterbitkan di era pemerintahan Megawati (PDIP).
"Presiden pernah mengungkapkan secara langsung permintaan pengusutan kasus pajak, termasuk menyinggung mengapa BLBI tidak dipersoalkan (dalam hak angket)," jelas Febri.
Sejumlah kasus lain yang melibatkan elite parpol pemilih opsi C juga sempat disinggung pemerintah.
Sejumlah kasus dan dosa masa lalu itu menjadi alat untuk menyandera upaya mengungkapkan kebenaran kasus Century. "Kekhawatiran ini bisa jadi berlebihan jika benar-benar diusut tuntas oleh hukum. Namun, jika saling serang, kasus itu tenggelam (mereda). Bisa jadi, barter politik sudah terjadi," tandasnya.
Koordinator ICW Danang Widoyoko menambahkan, rekomendasi DPR terkait dengan tindak lanjut kasus Century ke ranah hukum sejatinya tidak diperlukan. Sebab, tanpa atau dengan pansus sekalipun, penegak hukum berkewajiban mengusut tuntas kasus Century. "Kemenangan itu akhirnya tidak pada hasil voting di DPR. Sebab, keputusannya bisa dibantah dengan mudah oleh eksekutif," ujarnya menyinggung pidato presiden menanggapi hasil paripurna DPR.
Menurut Danang, fungsi pengawasan akan lebih sempurna jika hasil pansus dibawa hingga ke Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, DPR harus memastikan bahwa hak menyatakan pendapat disetujui paripurna. "Dengan dibawa ke MK, kepastian hukum lebih tercapai, terutama terhadap pihak yang tertuduh bersalah," tandasnya.
Apa yang dikhawatirkan ICW ini bukan hal yang tak mungkin. Staf Khusus Presiden Bidang Hukum Denny Indrayana pernah membeberkan bahwa ada parpol yang berusaha melobi Presiden Sby untuk barter kasus Century. Parpol tersebut, kata Denny, bersedia mengubah sikap di Century agar kasusnya tidak diungkit. Denny mengatakan ada saat upaya transaksi itu. Versi Denny, SBY mengatakan, ''No deal.''
Secara terpisah, Partai Golkar membantah dugaan ICW terkait dengan potensi barter tersebut. Ketua DPP Partai Golkar Ade Komarudin menyatakan, Golkar tidak akan mengambil jalan yang salah setelah secara tegas memiliki pendapat berdasarkan data dan fakta dalam pansus. "Saya jamin, untuk Golkar tidak ada itu. Hal itu tidak akan terjadi. Pak Ical (Aburizal Bakrie, Red) dan Novanto tidak akan melakukan itu," kata Ade.
Jaminan yang sama muncul dari PDIP. Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo menilai, posisi barter kasus tidak pernah sedikit pun terlintas dalam bayangan partainya. "PDIP tetap konsisten agar penegakan hukum tidak tebang pilih. Apa pun kasusnya, harus diusut dengan konsisten.. (bay/tof)
Sumber: Jawa Pos, 8 Maret 2010