Hari Kamis, 20 Oktober 2005, tepat satu tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla. Hingga sembilan bulan pertama, pemerintahan Yudhoyono-Kalla tertolong dengan kinerja lembaga penegak hukum dalam menegakkan hukum.
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa se-Bandung Raya, Selasa (18/10), berunjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Para pengunjuk rasa menuntut Kejati Jabar serius dalam menuntaskan kasus korupsi yang sedang ditangani.
Dua panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Ramadhan Rizal dan M Soleh, saling membantah soal uang Rp 249,900 juta yang diterima dari Teuku Syaifuddin Popon, pengacara Abdullah Puteh Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam non-aktif.
Dalam sistem peradilan yang tertutup dan dipengaruhi hubungan-hubungan personal, pensiunan pejabat bidang hukum seharusnya tidak bisa langsung praktik sebagai advokat begitu mereka pensiun. Hal itu harus diatur rinci dan tegas dalam UU Advokat.
Sejumlah informasi semakin membuktikan bahwa dugaan praktik percaloan di DPR benar adanya. Anggota DPR dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, Darus Agap, ternyata mendapat pengakuan dari seorang pengusaha berinisial N soal adanya fee atau uang komisi bila berhasil mengurus pencairan dana pascabencana.
Tertangkapnya lima pegawai Mahkamah Agung oleh KPK, jumat (30/9), dan pengakuan Probosutedjo yang telah mengeluarkan Rp 16 miliar untukpenanganan kasusnya, adalah fakta mafia peradilan dalam sistem pengembanan hukum praktis kita.
Sebagian anggota DPRD Sumatera Utara periode 1999-2004 mengembalikan dana tunjangan operasional ke Sekretariat Dewan maupun Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut. Pengembalian ini terkait laporan Badan Pemeriksa Keuangan yang mengindikasikan adanya penyelewengan dana APBD tahun 2004 dalam pos tunjangan operasional untuk anggota DPRD sebesar Rp 16,6 miliar
SEMUA orang setuju bahwa salah satu roh utama kepemimpinan SBY, adalah pemberantasan korupsi dalam rangka menciptakan pemerintahan yang bersih.
LAGI-LAGI institusi pengadilan memperoleh sorotan bukan karena putusan keadilan yang dijatuhkan, akan tetapi uang sogok yang diterimanya. Sudah lama banyak yang menandai bahwa salah satu tempat jual beli perkara ada pada lembaga yang sangat terhormat ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan eksekusi harta Abdullah Puteh setelah Lebaran. Saat ini, keluarga Puteh tengah berupaya menjual sebidang tanah untuk menutupi kekurangan ganti rugi sebesar Rp6,564 miliar seperti keputusan Mahkamah Agung.