Direksi Patut Dicurigai...
Stasiun Televisi Republik Indonesia sedang ketiban sial. Meredup di tengah kejayaan televisi swasta, TVRI kini tercantum dalam daftar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Serikat pekerja televisi itu melaporkan para direksi dengan alasan ada dugaan manipulasi keuangan. Ihwal itu ramai sejak Februari lalu. Adalah Nelwan Yus, pemimpin Serikat Pekerja TVRI, yang memotori pelaporan ini.
Kasus tersebut memasuki babak baru pada pekan lalu, tatkala Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan kasus ini ke KPK. Hasil pene-lusuran ICW membenarkan temuan Serikat Pekerja.
Ketua Federasi Serikat Pekerja TVRI Nelwan Yus menjelaskan dugaan korupsi itu kepada tim investigasi Tempo di Jakarta, dua pekan lalu.
Berikut ini petikannya:
Bisa dijelaskan awal mula kasus ini mencuat di kalangan Serikat Pekerja?
Kasus ini bermula setelah direksi melaporkan audit keuangan ke para kepala stasiun daerah, DPR, dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Kami melihat tiap laporan enggak klop. Tergeraklah kami melaporkan hal ini ke Menteri Komunikasi dan Infor-masi serta Menteri BUMN untuk meminta solusi.
Apakah jawaban yang diterima Serikat Pekerja?
Tidak ada jawaban. Akhirnya kami melapor ke KPK dengan tembusan Wakil Presiden. Kami me-laporkan dugaan penyimpangan dana di TVRI: masalah iklan, kerja sama dengan PT Prima Media Antara (PMA), dan penggunaan dana public service obligation (PSO).
Apa indikasi kejanggalannya?
Ada tiga laporan keuangan direksi yang nilai-nya berbeda: kepada para kepala stasiun, Menteri BUMN, dan Komisi XI DPR. Ditemukan juga kejanggalan dari perbandingan survei Media Research AC Nielsen pada Februari lalu. Nielsen menyebut iklan TVRI meningkat Rp 524,4 miliar. Bandingkan dengan lapor-an direksi ke kepala stasiun daerah yang cuma Rp 48 miliar setahun. Selisihnya Rp 469,941 miliar. Patut dicurigai. Kok besar perbandingannya.
Bisa beri contoh satu kasus?
TVRI adalah BUMN (kini menjadi televisi publik) yang bergerak dalam pertelevisian. Siaran televisi diharapkan dapat menarik kue iklan. Seharusnya direksi punya strategi-strategi transparan dan adil dalam menerapkan harga dasar ber-iklan televisi komersial dan non-komersial. Dalam perjalanannya, tarif harga dasar ini hanya pepesan. TVRI mengikat kerja sama dengan- perusahaan tertentu untuk- membuat program pada prime time.
Misalnya dengan siapa?
Salah satunya PT Prima Media Antara, yang memperoleh kue hasil iklan lebih besar dari TVRI. Perbanding-annya 70:30. Meski kontrak sudah diputus pada November 2004, kok masih banyak orang Prima di TVRI? Kerjanya cuma nongkrong-nong-krong, tapi masih digaji. Jika ada satu atau dua pintu untuk membuat iklan diambil rekanan kerja, mana mungkin TVRI bisa bertahan hi-dup?
Anda bilang ada lahan yang dikemplang dari dana PSO. Bisa dijelaskan?
Ada. Begini, direktur selalu mengeluh kekurangan peralatan. Setiap tahun TVRI membeli peralatan se-perti kamera. Pembelian itu menggunakan dana PSO yang diterima setiap tahun bagi BUMN. Nah, di sini dana PSO dicampuradukkan secara tidak jelas antara membeli peralatan dan membuat program acara. Buat apa beli kamera kalau program acara saja diberikan ke PT Prima Media Antara? Kami mendapat bocoran, ada mark up.
Apakah Anda bisa membuktikannya?
Tentu bisa, apalagi dalam praktek-praktek penuh konflik kepentingan ini. Saya melihat direksi bukan menjalankan tugas membenahi institusi, tetapi memper-kaya diri. Contohnya di Kalimantan. Kamera yang dibeli ternyata barang bekas, harganya bukan harga pasar. Kami memiliki sejumlah data pembelian peralatan seperti dalam laporan keuangan direksi 2004 yang ternyata jauh dari harga pasar. Saya sudah membandingkan ke lapangan. Harga pasar le-bih murah.
Mengapa Anda terlihat bekerja sendirian? Apakah Anda tidak didukung kawan-kawan Serikat?
Rupanya langkah Serikat Pekerja tercium direksi. Beberapa anggota lantas diangkat ke jabatan struktural. Saya menolak meski ikut ditawari.
Apakah dukungan terhadap Anda menyusut?
Tak masalah kalaupun tak ada dukungan. Toh ini fakta. Saya tetap mengadukan sebagai warga negara. Boleh saja, saya dituduh subyektif. Penyidiklah yang bertugas membuktikannya.
Sumber: Majalah Tempo, disi. 36/XXXIV/27 Oktober - 02 November 2005