Pemberantasan Kasus Korupsi; Indonesia Mendapat Nilai C
Pemberantasan korupsi di Indonesia setahun pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) mendapat nilai C. Penilaian tersebut diberikan Indonesian Corruption Watch (ICW) setelah mengevaluasi kinerja SBY-JK soal pemberantasan korupsi. Koordinator ICW Danang Widoyoko mengemukakan hal itu, Kamis (27/10), di Jakarta.
Menurut pendapatnya, SBY-JK dalam melakukan pemberantasan korupsi masih lebih baik dari pemerintahan sebelumnya. ''Saya berani katakan, pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh SBY-JK mendapat nilai C,'' ujarnya.
SBY, ungkap dia, dalam melakukan pemberantasan korupsi tahun kemarin tidak fokus, kurang sistematis, dan parsial.
''Ini terlihat dari kasus bertaraf kakap hanya kasus Bank Mandiri yang baru dilimpahkan ke pengadilan. Sementara itu, kasus-kasus besar lainnya, seperti lima kasus SP-3 atas Ginanjar Kartasasmita, BLBI, Prayogo Pangestu, dan Tanri Abeng tidak jelas penyelesaiannya,''paparnya.
Selain itu, lanjutnya, hal tersebut menghilangkan kesempatan untuk menciptakan peluang yang lebih baik untuk memperbaiki secara terpadu masalah-masalah pada sektor ekonomi, pelayanan publik, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Ketiga hal tersebut termasuk target yang ingin diselesaikan pemerintahan SBY-JK.
Tidak Jelas
Selama ini, katanya, kasus-kasus besar seperti PLN dan Setneg juga tidak jelas penyelesaiannya oleh Timtas Tipikor. ''Seharusnya SBY lebih memprioritaskan pada kasus-kasus besar agar menimbulkan efek jera,'' tandasnya.
Dari 17 kasus dugaan korupsi, kata dia, yang melibatkan kepala daerah yang ditangani oleh Polri, baru satu kasus yang diproses di pengadilan.
''Kita tahu baru kasus Bupati Temanggung yang ditangani kepolisian,'' ujarnya.
Selain itu, tujuh kasus besar di Mabes Polri, baru dua yang diselesaikan, yaitu kasus Adrian Waworuntu dan Nurdin Halid.
''Soal rekening perwira tinggi kepolisian juga tidak jelas ke mana arahnya,'' ucapnya.
Danang mengatakan, ICW juga menilai orientasi pemberantasan korupsi pada upaya penegakan hukum.Upaya itu belum ada dukungan kebijakan dan perangkat yang memadai.
''Ini baru sebatas komitmen tanpa dukungan. Akibatnya, meski SBY sudah mengizinkan pemeriksaan pejabat negara dalam kasus korupsi, penanganannya terkendala kelambanan respons aparat penegak hukum.''
Namun, tandas Danang, yang membuat peringkat Indonesia naik ke posisi ke-6 negara terkorup di dunia adalah peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditakuti tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri.
''Dunia internasional masih melihat KPK lebih dominan, yaitu 60% dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia,''tuturnya.
Selama ini, lanjut dia, realitas aparat penegak hukum justru menjadi bagian tak terpisahkan dari perluasan dan perkembangan praktik korupsi itu sendiri. Karena itu, korupsi akan sulit diberantas jika penegak hukumnya juga turut bermain di dalamnya. (aih-48j)
Sumber: Suara Merdeka, 28 Oktober 2005