ICW melakukan judicial review atas UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hal ini dilakukan karena:
Satu, pembentukan UU KPK cacat formal karena tidak masuk program legislasi nasional prioritas 2019. Rapat paripurna pengesahan revisi UU tersebut pada 17 September juga tidak mencapai kuorum.
Kedua, UU KPK yang baru berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi.
Ketiga, pembahasan UU juga sama sekali tidak melibatkan KPK.
Siaran Pers
Pengisian Jabatan Struktural KPK Mengabaikan Aspek Integritas
Pada 14 April 2020 Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melantik empat orang dari sejumlah nama yang mengikuti seleksi jabatan struktural di KPK sejak 5 Maret 2020. Empat orang tersebut antara lain: Brigjen Karyoto sebagai Deputi Penindakan, Mochamad Hadiyana sebagai Deputi Informasi dan Data, Kombes Endar Priantor sebagai Direktur Penyelidikan, dan Ahmad Burhanudin sebagai Kepala Biro Hukum.
Tepat pada pekan ini genap 100 hari lima Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih memimpin lembaga anti rasuah itu. Alih-alih menunjukkan kinerja yang lebih baik dari periode sebelumnya, justru yang dihasilkan adalah berbagai kontroversi. Karena itu pula, kepercayaan publik terhadap KPK turun drastis. Riset Indo Barometer dan Alvara Institute pada awal tahun 2020 menggambarkan hal itu. Dua riset itu sekaligus mengkonfirmasi pesimisme masyarakat luas atas proses seleksi pimpinan KPK yang dianggap tidak kredibel, ceroboh dan tidak mengindahkan berbagai rekam jejak yang ada.
Tingkat kepercayaan publik pada KPK menurun drastis berdasarkan survei awal 2020. Sebelumnya Alvara melaporkan KPK hanya menempati posisi 5 (lima) lembaga negara yang dipercayai. Survei terbaru Indo Barometer menyebutkan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK berada di nomor 4 (empat), kalah dari TNI dan Polri.
1. Fenomena penghentian 36 perkara di tingkat penyelidikan sudah jauh diprediksikan akan terjadi ketika Firli Bahuri dan empat orang lainnya dilantik menjadi Pimpinan KPK. Hal tersebut pun terbukti dari beredarnya pernyataan resmi KPK.
2. Kondisi KPK saat ini telah membuat masyarakat pesimis dengan kinerja pimpinan KPK. Apalagi hal tersebut terbukti dari survei yang diluncurkan oleh Alvara Research Center pada 12 Februari 2020. Kepuasan publik terhadap KPK terjun bebas dari peringkat kedua di tahun 2019 menjadi peringkat kelima.
Masinton Pasaribu, anggota DPR komisi III fraksi PDIP, menunjukkan surat perintah penyilidikan (Sprinlidik) terkait operasi tangkap tangan KPK terhadap komisioner KPU Wahyu Setiawan di salah satu acara stasiun televisi pada tanggal 14 Januari 2019 lalu. KPK harus menelusuri siapa oknum yang memberikan informasi tersebut kepada Masinton.
Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan tangkap tangan yang melibatkan salah satu Komisioner KPU karena diduga menerima suap untuk pertukaran anggota DPR RI. Banyak pihak yang menganggap tangkap tangan kali ini membuktikan bahwa Pimpinan KPK dan UU KPK baru tidak relevan lagi untuk dipersoalkan. Faktanya justru sebaliknya, UU KPK baru (UU No 19 Tahun 2019) terbukti mempersulit kinerja KPK dalam melakukan berbagai tindakan pro justicia.