Hakim, Jaksa, dan Pengacara Kompak

Majelis hakim, jaksa, dan pengacara kompak saat menggelar sidang bagi terdakwa Bupati Jember Mohammad Zainal Abidin Djalal di Ruang Cakra Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (25/10). Secara umum, saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum malah meringankan posisi terdakwa.

Pada kesempatan tersebut, jaksa Karimudin menghadirkan Nur Basuki Minarno (47), anggota staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya. Pertanyaan seputar dugaan korupsi dalam pengadaan mesin daur ulang aspal oleh Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Jatim pada 2004 cenderung meringankan terdakwa.

Partai Demokrat Bungker Koruptor

INDONESIA Coruption Watch (ICW) bikin kejutan. Lembaga itu mengumumkan hasil penelitiannya bahwa ada tujuh kepala daerah yang terlibat kasus korupsi ternyata merasa nyaman menjadi kader Partai Demokrat, sebab hukum seakan-akan lunglai menyentuh mereka.

"Trennya, pindah dari partai yang ada ke partai pemenang pemilu. Ada beberapa di antaranya pindah ketika terkait kasus," ujar Tama Setya Langkun, peneliti ICW, dalam konferensi pers di Jakarta, kemarin.

MK Masih Bersih?

"Sampai pukul 12.46 tanggal 19 Oktober, kami bersih 100 persen! Siapa yang punya bukti (sebaliknya) silakan, akan kami bayarlah.” Begitu kutipan pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam jumpa pers di kantor MK, 19 Oktober (www.kompas.com, 19/10/2010). Mahfud dan kolega hakim MK rupanya merasa perlu menggelar jumpa pers karena rumor mafia perkara meresahkan mereka.

"Jaksa Agung Harus Segera Ditetapkan"

Pengamat hukum tata negara Universitas Indonesia, Refli Harun, meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera menetapkan Jaksa Agung definitif. Posisi Jaksa Agung dinilai sangat penting dalam proses penegakan hukum di Indonesia. "Jika Presiden masih menunda-nunda, itu bukti tidak adanya komitmen pada penegakan hukum dan pemberantasan korupsi," katanya saat dihubungi kemarin.

Bibit Rianto Desak Kejaksaan Putuskan Kasusnya

"Saya tidak ada niat menunda-nunda nasib dua rekan itu."

Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi, Bibit Samad Rianto, mendesak Kejaksaan Agung segera memutuskan nasibnya dan Chandra Hamzah, pemimpin lain yang juga sedang beperkara. Ia mengaku siap menerima apa pun putusan Kejaksaan. "Kalau tidak digantung, alhamdulillah. Ini kan sudah setahun (kasusnya tak kunjung usai)," katanya dalam diskusi di Jakarta kemarin.

"Dana ke Yunani Lebih Baik untuk TKI"

Anggota Komisi Pertahanan Dewan Perwakilan Rakyat, Lily Wahid, berpendapat, dana studi banding anggota Dewan ke Yunani sekitar Rp 1,5 miliar lebih baik dialihkan untuk menangani tenaga kerja Indonesia bermasalah di luar negeri.

Dananya besar sekali, mestinya untuk pembelaan TKI bermasalah," katanya dalam dialog interaktif di aula Kedutaan Besar RI di Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu pekan lalu. Diskusi digelar oleh Nahdlatul Ulama Cabang Istimewa Malaysia memperingati 10 tahun berdirinya cabang itu.

Biaya Studi Banding ke Luar Negeri Rp 1,7 miliar

Sering dilakukan menjelang tutup anggaran.

Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Yuna Farhan menyatakan setiap pembentukan rancangan undang-undang mendapat jatah biaya kunjungan ke luar negeri Rp 1,7 miliar. Anggaran sebesar itu terdiri atas tiket, uang representasi, serta uang harian anggota dan staf Dewan Perwakilan Rakyat. "Namun dalam realisasinya bisa lebih," katanya kemarin.

Setiap kali kunjungan ke luar negeri, tiap anggota Dewan mendapat uang saku sebesar Rp 20-28 juta dan uang representasi US$ 2.000.

DPR Pergi Lagi ke 4 Negara

Total biaya kunjungan mencapai Rp 1,7 miliar.

Studi banding Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan ke empat negara mendapat kritik. "Itu tidak hemat kalau dilihat dari sisi efisiensi," ujar anggota Komite Ekonomi Nasional, Raden Pardede, tadi malam.

Tak Bermanfaat, Tak Bisa Dicegah

Ketua Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat Topane Gayus Lumbuun di Jakarta, Minggu (24/10), mengakui, kunjungan delapan anggota BK DPR ke Yunani memang tak bermanfaat. Namun, ia sebagai Ketua BK DPR tidak bisa mencegahnya secara langsung karena sifat kepemimpinannya kolektif kolegial.

Penahanan Syamsul Arifin; Tidak Ada Motif Politik

Komisi Pemberantasan Korupsi telah bekerja secara profesional dalam menangani kasus Gubernur Sumatera Utara Syamsul Arifin. Dalam mengungkap kasus korupsi, KPK juga membantah adanya motif politik tertentu ataupun adanya tebang pilih.

”KPK bekerja profesional dalam penanganan setiap kasus korupsi,” kata Wakil Ketua KPK M Jasin di Jakarta, Sabtu (23/10). Jasin menambahkan, KPK tidak tebang pilih atau melindungi partai politik tertentu. ”Kami memproses terlebih dahulu kasus yang bukti-buktinya telah cukup,” kata Jasin.

Subscribe to Subscribe to