Istilah mafia sering dipakai untuk menjelaskan jejaring rezim korupsi, yang kini mulai terbongkar di sana-sini. Karena bersifat korupsi transaktif, mafia pajak termasuk yang paling sulit dibongkar.
Tak satu pun kata yang adekuat memotret kondisi keparahan tingkat korupsi di Indonesia. Bahwa kerusakan sudah sedemikian mencemaskan, hal itu terefleksi dari penjabaran kasus Gayus HP Tambunan.
Selain berpotensi menggeret mafia kasus kelas kakap, Gayus tak hanya jadi jendela, melainkan pintu yang terbuka makin lebar untuk melihat gurita korupsi di Indonesia.
Beberapa waktu yang lalu, secara tegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta Satgas Pemberantasan Mafia Hukum memberantas mafia penebangan liar (illegal logging).
Perampasan dan penyitaan harta koruptor dan penerapan hukuman terberat adalah sebagian solusi yang disodorkan sejumlah pakar untuk memberantas korupsi yang semakin merajalela (Kompas, 7/4).
Sebelumnya, ada dorongan untuk menerapkan hukuman mati, seperti yang disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ketua Mahkamah Konstitusi mengamini penerapan hukuman mati dan menawarkan langkah lain, lustrasi, seperti yang diterapkan oleh Latvia (Kompas, 6/4). Bagaimana implementasinya?
Mahkamah Konstitusi atau MK mulai menguji aturan yang dinilai merintangi hak DPR untuk menggulirkan mosi pemakzulan presiden/wakil presiden (Kompas, 15/4/2010). Hilangnya rintangan ini diharapkan melancarkan penyelesaian skandal penalangan Bank Century (Centurygate).
Unit Pidana Umum Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya mengungkap praktik penggelapan pajak yang jumlahnya diperkirakan Rp 300 miliar. Sepuluh tersangka telah ditahan dan kepolisian pun terus mengembangkan kasus ini.
Salah satu tersangka yang ditahan adalah Suhartanto atau dikenal dengan Tanto (33). Laki-laki yang sehari-hari bertugas sebagai juru sita itu berstatus pegawai negeri sipil di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Rungkut, Surabaya.
Media Brefing perpajakan untuk media masa. Di Kantor ICW Jalan Kalibata Timur, Jum'at 16 April 2010 Pukul 13.00 WIB - selesai
Ketua Mahkamah Agung Harifin Tumpa mengatakan tidak memaksa hakim dan pegawainya menyumbang masjid MA. "Bukan dipaksakan, (tapi) diimbau. Kalau mau, silakan membayar. Kalau tidak, ya, tidak usah," kata Harifin seusai rapat konsultasi dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di gedung MA kemarin.
Selasa lalu (13 April) lembaga pegiat antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) mengecam surat permintaan sumbangan pembangunan masjid Mahkamah Agung yang ditujukan bagi seluruh pegawai peradilan. Pasalnya, meski sumbangan bersifat sukarela, nilainya malah ditentukan.
Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat ingin mengaudit manajemen pengelolaan perkara Mahkamah Agung karena dianggap kurang jelas dan menyebabkan perkara terus menumpuk. "Kami mendapat banyak informasi, distribusi kasus di MA tidak merata. Ada kasus 'basah' di tim ini, kasus 'air mata' di tim lain," kata Ketua Komisi Hukum Benny K. Harman dalam rapat konsultasi dengan pimpinan Mahkamah Agung di gedung Mahkamah Agung kemarin.
Mahkamah Agung menilai keberadaan Pengadilan Pajak melanggar Undang-Undang Dasar 1945. Sebab, Konstitusi hanya menyebutkan empat jenis peradilan, yaitu pengadilan umum, agama, tata usaha negara, dan militer. "Keberadaannya menjadi tanda tanya karena tidak sesuai dengan ketentuan UUD," ujar Ketua MA Harifin Tumpa dalam rapat konsultasi dengan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di gedung MA kemarin.