Hakim Muhtadi Asnun Masuk Kotak sebagai Hakim yang Tidak Tangani Perkara

Muhtadi Asnun, ketua majelis hakim yang menangani kasus Gayus Halomoan, akhirnya resmi dinonpalukan. Asnun yang mengaku menerima uang Rp 50 juta dari Gayus untuk sementara ditempatkan sebagai hakim yang tidak menangani perkara di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

"(Pemindahan) itu sambil menunggu proses selanjutnya,'' kata Kepala Biro Humas Mahkamah Agung (MA) Nurhadi di ruang kerjanya kemarin (19/4). MA, kata dia, berkoordinasi dengan Komisi Yudisial (KY) untuk menelusuri dugaan suap di balik penanganan kasus Gayus. Dua institusi tersebut nanti membentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang merekomendasikan, apakah Asnun diberhentikan secara tidak hormat atau tidak.

Menurut Nurhadi, MA bakal mengabaikan temuan terdahulu yang menyatakan bahwa putusan Asnun murni yuridis alias tepat sesuai pertimbangan hukum. "Itu kan (temuan) dulu sebelum Gayus tertangkap,'' kata Nurhadi saat ditanya kemungkinan adanya inkonsistensi sikap MA. Dia menambahkan, temuan tersebut dibuat setelah MA menurunkan badan pengawas untuk mengawasi sidang kasus Gayus. Memang, kata Nurhadi, kala itu putusannya murni yuridis dan sudah tepat. Saat itu, majelis hakimnya juga mengaku tidak menerima sogokan.

Tapi, KY belakangan menemukan indikasi bahwa Asnun menerima suap. Hal itu diperoleh setelah Gayus "menyanyi" ke mana saja aliran uang tersebut. Nah, ternyata Rp 50 juta lari ke Asnun. Karena itu, setelah mendapat informasi tersebut, MA langsung menindaklanjuti dengan memeriksa beberapa hakim yang terkait dengan perkara itu.

Sejak kemarin pagi (19/4) MA memeriksa Asnun dan beberapa hakim PN Tangerang lainnya di kantornya. Mereka adalah Bambang Widyatmoko dan Haran Tarigan. Keduanya menjadi hakim anggota dalam perkara Gayus. Berdasar pemeriksaan sementara, Bambang dan Haran sama sekali tidak menerima suap. Hal itu diperkuat pengakuan Asnun yang memastikan bahwa mereka bersih. Artinya, selain tidak tahu adanya transaksi uang antara ketua majelis dan Gayus, dua hakim anggota tersebut tidak kecipratan uang itu. "Yang tahu Pak Asnun sendiri dan Tuhan," ujar Nurhadi.

Bahkan, berdasar keterangan dua hakim itu, putusan bebas Gayus benar-benar murni pada sejumlah fakta persidangan dan saat membuat putusan tersebut sama sekali tidak ada tekanan dari pihak mana pun.

Pemeriksaan hakim Bambang dan Haran oleh MA kemarin membuat jadwal pemeriksaan oleh KY tertunda. Padahal, KY sudah menjadwalkan pemeriksaan itu sejak Kamis (15/4). Surat panggilan juga telah dilayangkan.

Pemeriksaan oleh KY itu menindaklanjuti pengakuan hakim Muhtadi Asnun yang menerima uang Rp 50 juta dari Gayus. KY kembali merencanakan pemeriksaan Rabu besok (21/4). "Kami akan melakukan pemeriksaan Rabu," kata Ketua KY Busyro Muqoddas.

Dia menyesalkan sikap MA yang tidak berkoordinasi lebih dahulu dengan KY yang juga akan memeriksa mereka. "Ini soal etika. Alangkah anggunnya jika lembaga sekelas MA bertindak lebih etis," kata alumni Fakultas Hukum UII Jogjakarta itu.

Anggota KY Mustafa Abdullah menambahkan, ada kejanggalan dalam sidang Gayus. Hal itu terkait dengan pemanggilan saksi Son Yong Tae yang merupakan pemilik PT Megah Jaya Citra Garmindo. Dia merupakan korban penggelapan Gayus. Dengan perannya tersebut, kehadiran Tae seharusnya diprioritaskan. ''Hakim seharusnya proaktif (meminta dihadirkan)," katanya.

Hakim, lanjut dia, seharusnya memerintahkan kepada jaksa penuntut umum untuk menghadirkan Tae dalam persidangan. "Namun, hakim membiarkan. Ini pelanggaran teknis yudisial," tegasnya.

Sementara itu, Mabes Polri telah menetapkan Asnun sebagai tersangka. Sekretaris Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Denny Indrayana mengatakan, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri telah memberikan informasi tersebut. "Satgas sudah mendapat penjelasan langsung dari Kapolri,'' sebut Denny kemarin (19/4). (kuh/yog/fal/jpnn/c6/agm)
Sumber: Jawa Pos, 20 April 2010
-------------
Asnun Dinonpalukan
MA Bebas Tugaskan Hakim yang Adili Gayus

Mahkamah Agung menonpalukan hakim Muhtadi Asnun, yang juga Ketua Pengadilan Negeri Tangerang. Asnun adalah ketua majelis hakim yang mengadili mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus HP Tambunan.

Asnun akan bertugas sebagai hakim nonyustisial (tidak mengadili perkara) di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sejak Surat Keputusan Ketua MA dikeluarkan, Senin (19/4).

Ketua Muda Pengawasan MA Hatta Ali, Senin di Jakarta, menjelaskan, sanksi itu bersifat sementara. Sanksi itu dapat berlanjut pada pemberhentian dengan tidak hormat jika hasil koordinasi MA dengan Komisi Yudisial (KY) menyepakati pembentukan Majelis Kehormatan Hakim.

Setelah Asnun dinon-palukan, jabatan Ketua PN Tangerang dipindahkan sementara waktu kepada wakilnya, Sutanto. ”Sesuai dengan prosedur, jabatan Ketua PN dialihkan untuk sementara waktu kepada wakil ketua,” kata Kepala Humas PN Tangerang Ibnu Basuki Widodo, Senin.

Senin kemarin, KY juga gagal memeriksa Haran Tarigan dan Bambang Widyatmoko, dua hakim PN Tangerang yang turut mengadili dan memeriksa perkara dugaan penggelapan dan pencucian uang dengan terdakwa Gayus. Tanpa koordinasi dengan KY, MA memeriksa kedua hakim itu dan Asnun.

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, sama dengan yang dirilis KY, Asnun mengakui menerima uang Rp 50 juta dari Gayus, sehari sebelum putusan dibacakan. ”Kedua anggota majelis lainnya tidak tahu-menahu. Memang bisa saja ia main sendiri. Mungkin karena mau umrah dan mungkin karena dia berpikir itu sekadar hadiah,” ujar Hatta Ali.

Soal uang dari Gayus dipakai umrah juga diungkapkan Ketua KY Busyro Muqoddas. Beberapa waktu setelah memutus perkara itu, Asnun diketahui menjalankan ibadah umrah. Ketika Ketua KY mendatangi PN Tangerang untuk meminta salinan putusan perkara Gayus, Asnun sedang umrah.

Senin kemarin, Asnun, Haran, dan Bambang menjalani pemeriksaan di Badan Pengawas MA sejak pukul 08.00. Pada hari yang sama, Haran dan Bambang dipanggil KY untuk diperiksa pukul 10.00. Akibat ketidakhadiran mereka, KY mengundurkan jadwal pemeriksaan keduanya, Rabu besok.

Hatta Ali membantah menyerobot jadwal pemeriksaan KY. Pemeriksaan atas ketiga hakim itu memang perlu segera dilakukan. MA tidak bisa menjatuhkan sanksi kepada Asnun berdasarkan pemeriksaan instansi lain.

Ia pun tidak melarang KY untuk memeriksa keduanya. ”Silakan, tetapi setelah dari MA. Senin ini tak apa-apa,” ujarnya.

Penyerobotan berkali-kali
Namun, Ketua KY mengatakan, tindakan menyerobot pemeriksaan hakim berkali-kali dilakukan MA. Busyro menjelaskan, hal itu terjadi sejak lama.

Sebelumnya, ada hakim dari daerah dipanggil KY ke Jakarta untuk pemeriksaan. Hakim itu mampir ke MA dan diperintahkan untuk tidak hadir ke KY.

Kasus serupa juga terjadi saat Komisioner KY Soekotjo Soeparto akan memeriksa hakim di Balikpapan. Komisioner KY itu sudah tiba di Balikpapan, tetapi hakim yang bersangkutan justru dipanggil MA ke Jakarta. Peristiwa ketiga adalah ketika KY akan memeriksa hakim agung Djoko Sarwoko dan Paulus Efendie Lotulung. Keduanya membuat surat yang menyebutkan berdasarkan perintah pimpinan MA, tidak usah hadir.

Menurut Busyro, sulit untuk menghilangkan kesan menyerobot itu. (wad/pin/sf/aik/ana)
Sumber: Kompas, 20 April 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan