Desakan itu diutarakan Indonesia Corruption Wacth (ICW) kemarin. Koordinator Monitoring Peradilan dan Hukum ICW Febri Diansyah menegaskan, Partai Demokrat wajib hukumnya memeriksa Marzuki, mengingat pernyataannya justru bertentangan dengan sikap partai besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu dalam memberantas korupsi.
Dalam pelariannya, mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat M Nazaruddin diduga menggunakan identitas palsu. Kabareskrim Irjen Pol Sutarman mengatakan, Nazaruddin memalsukan identitas agar dapat tinggal di luar negeri saat berstatus buron.
Menurutnya,kepolisian dan pemerintah negara tempat Nazaruddin bermukim masih kesulitan membuktikan keberadaan tersangka dugaan suap pembangunan wisma atlet di Palembang itu.Namun demikian, Sutarman tidak mengungkapkan di mana pengusaha muda itu berada.
Upaya pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus saja terjadi. Terakhir, secara terang-terangan, ketua Dewan perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Ali menyampaikan pernyataan mengenai usulan pembubaran lembaga antikorupsi ini.
Lembaga pegiat antikorupsi, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia, mempertanyakan keseriusan Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus dugaan korupsi sembilan kepala daerah. Lembaga itu meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih kasus tersebut dari Kejaksaan Agung.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia Boyamin Saiman pesimistis Kejaksaan mampu menangani kasus yang dinilai penuh dengan tekanan politik. "Alasan kasus ini terganjal izin presiden menandakan Kejaksaan tak serius mengusutnya," kata dia saat dihubungi kemarin.
Komisi Pemberantasan Korupsi telah meminta keterangan beberapa orang terkait dengan proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Citeureup, Bogor, Jawa Barat. "Tapi masih bagian dari pengumpulan bahan dan keterangan," kata juru bicara KPK, Johan Budi S.P., ketika dihubungi Tempo kemarin.
Sejumlah orang yang mengaku membawa uang saat Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat, tahun lalu menyatakan siap diperiksa polisi atau Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka adalah anak buah di perusahaan Muhammad Nazaruddin yang berkantor di kawasan Mampang, Jakarta Selatan.
Dede S., pegawai alih daya (outsourcing) keamanan di kantor Nazaruddin, menyatakan tidak mempunyai kepentingan apa pun dalam mengungkap masalah ini. "Sumpah pocong pun siap. Saya nothing to lose," kata dia saat ditemui Tempo di Bekasi, Sabtu lalu.
- Tak pantas “Pro Koruptor” Pimpin DPR dan Jadi Kader Partai -
Pernyataan Pers Bersama
Entah tidak sadarkan diri atau dalam kondisi stress, tapi faktanya Marzuki Alie, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Partai Demokrat pada Jumat (29/7) menyampaikan dua pernyataan yang kontroversial yaitu pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan pengampunan bagi para koruptor.
Usulan Ketua DPR Marzuki Ali untuk membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mengampuni koruptor dinilai semakin memperburuk citra DPR. Sejumlah elemen masyarakat mendesak Marzuki mundur dari jabatannya.
Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi Ade Rahardja membeberkan sejumlah pesan pendek (SMS) dari M. Nazaruddin. Menurut Ade, SMS bernada ancaman dari bekas Bendahara Umum Demokrat itu diterima beberapa hari setelah kasus wisma atlet terungkap. "Pada 24 April 2010, Nazaruddin mengirim SMS. Isinya, 'Pak, saya tahu kasus yang bapak SP3 (dihentikan penyidikannya) di Pertamina,'" ujar Ade, sambil menunjukkan isi pesan itu dalam keterangan pers di kantornya kemarin.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas menegaskan komitmennya mengusut tuntas kasus suap wisma atlet. Gagalnya tiga pejabat KPK dalam proses seleksi calon pemimpin KPK periode berikutnya tidak mempengaruhi kinerja Komisi. "Kasus itu jalan terus," katanya seusai diskusi di Universitas Paramadina tadi malam.