Spirit Integralisasi untuk KPK
SAAT ini KPK tengah menunggu hasil seleksi bagi para komisionernya untuk mengganti pejabatnya yang hampir menyelesaikan masa tugasnya. Menyongsong periode barunya, lembaga itu makin kencang mendapat hambatan berkesinambungan, bahkan usulan pembubaran. Dalam pembukaan Lokakarya Manajemen Terpadu Penanganan Korupsi Ke-5 Tahun 2011 di Semarang (SM, 02/08/11), Tony Kwok, mantan komisaris Independent Commission Against Corruption (ICAC), semacam KPK di Hong Kong, menceritakan pengalaman lembaganya itu memberantas korupsi. Salah satu kunci suksesnya adalah adanya lembaga antikorupsi yang berdedikasi, independen, dan bebas dari politisasi.
Sebagaimana awal kelahiran KPK, dituturkan lembaga ICAC juga mendapat kecaman luas dari masyarakat di Hong Kong, namun dengan dedikasi luar biasa dan dengan melakukan kemitraan bersama masyarakat akhirnya mampu melawan kejahatan korupsi secara signifikan. Faktor-faktor keberhasilan yang dicapai oleh ICAC dalam melaksanakan misinya adalah sebagai lembaga yang independen dia bertanggung jawab langsung pada kepala pemerintahan.
Hal ini menyebabkan ICAC bebas dari segala campur tangan pihak manapun pada saat melakukan penyelidikan suatu kasus. Prinsipnya pada saat lembaga ini mencurigai adanya dugaan korupsi maka langsung melaksanakan tugasnya tanpa ragu atau takut.
ICAC memiliki kewenangan investigasi luas, meliputi investigasi di sektor pemerintahan dan swasta, memeriksa rekening bank, menyita dan menahan properti yang diduga hasil dari korupsi, memeriksa saksi, menahan dokumen perjalanan tersangka melakukan cegah tangkal agar tersangka tidak melarikan diri keluar negeri. ICAC merupakan lembaga pertama di dunia yang merekam menggunakan video terhadap investigasi semua tersangka korupsi.
Strategi yang ditempuh ICAC Hong Kong dalam memberantas korupsi dijalankan melalui tiga cabang kegiatan, yaitu penyelidikan, pencegahan, dan pendidikan. Melalui pendidikan diharapkan masyarakat semakin paham peran mereka bahwa keikutsertaan mereka dalam memerangi korupsi merupakan kunci utama keberhasilan pemberantasan korupsi.
KPK sebagai lembaga antikorupsi mendapatkan simpati yang luas dalam masyarakat, namun sebagai lembaga yang punya gigi tajam, lembaga ini acap mendapat rintangan luar biasa yang datangnya justru dari penguasa negeri ini. Wacana pembubaran KPK terdengar sejak 2007 (SM, 29/01/07). Pada saat itu banyak pihak menengarai penggembosan lembaga KPK telah merambah DPR Ternyata saat ini, apa yang tahun 2007 baru sekadar ditengarai, terbukti telah muncul secara terang benderang.
Tidak Konsisten
Gagasan pembubaran KPK dan pemaafan terhadap koruptor merupakan pernyataan yang mencederai perasaan masyarakat, walaupun hal tersebut dalam konteks wacana.
Berkaca dari ICAC Hongkong, sebenarnya ada banyak kesamaan dengan KPK, perbedaannya hanya pada sistem perekrutan pimpinan dan komisionernya, dan KPK tidak mampu membebaskan diri dari politisasi. Ditambah komitmen pemerintah yang tidak kompak dalam memandang pentingnya pemberantasan korupsi, dengan hanya perbedaan tipis ini ternyata output-nya sangat jauh berbeda.
Dalam setiap kesempatan, semua pejabat di negeri ini selalu menyatakan mendukung pemberantasan korupsi namun di lain kesempatan komitmen itu dengan mudah berubah. Komitmen yang yang tidak seragam dan tidak konsisten terhadap pemberantasan korupsi sangat “menyenangkan” koruptor di negeri ini.
Permasalahan perekrutan komisioner KPK melalui fit and proper test di DPR memungkinkan menjadi rawan dengan banyak kepentingan dan politisasi. Penjaringan melalui uji kelayakan di DPR pada satu sisi diharapkan mampu menemukan sosok pejabat KPK yang tidak mudah grogi berhadapan dengan anggota DPR, namun di sisi lain kemungkinan munculnya lobi-lobi politik menjadi terbuka.
Ketika wacana pembubaran KPK diteriakkan oleh seorang ketua DPR maka beberapa pihak juga berteriak mengapa DPR juga tidak dibubarkan, mengingat petinggi KPK merupakan produk uji kelayakan anggota parlemen? Adanya spirit integralisasi pemberantasan korupsi di antara pemerintah, DPR, dan masyarakat memungkinkan lembaga antikorupsi (KPK, kepolisian, dan kejaksaan) mampu melaksanakan tugasnya dengan lebih baik. Saat ini negara kita sangat membutuhkan spirit keintegralan tersebut, sebagaimana di Hong Kong. (10)
Hibnu Nugroho, dosen Fakultas Hukum Unsoed Purwokerto, mahasiswa Program S-3 Ilmu Hukum Undip Semarang
Tulisan ini disalin dari Koran Sindo, 8 Agustus 2011