PB NU: Fatwa Tak Salati Koruptor untuk Ulama

Fatwa NU bahwa ulama tak menyalatkan jenazah koruptor masih menjadi polemik. Ketua Umum Tanfidziyah PB NU Said Aqil Siradj menilai, ada anggapan yang salah dari sejumlah pihak selama ini terhadap fatwa tersebut.

Dia menegaskan bahwa NU tidak pernah mengeluarkan fatwa larangan menyalatkan jenazah koruptor yang beragama Islam. "Penegasan ini penting karena banyak yang masih salah paham," ujar Said Aqil kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (21/8).

SBY: Kepastian Hukum Belum Terwujud, Korupsi Masih Terjadi

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta semua pihak menghilangkan tabiat menyalahkan orang lain. Dia mengajak untuk berintrospeksi secara jujur serta terbuka tentang apa yang telah dicapai dan yang masih gagal.

''Ada yang sudah baik, ada yang belum baik. Ada kisah sukses kita, meski secara jujur ada kegagalan-kegagalan kita,'' kata SBY saat buka puasa bersama para pimpinan lembaga negara serta duta besar negara Islam di halaman dalam Istana Negara, Jakarta, kemarin petang (20/8).

Kejagung Tunggu Berkas Asian Agri

Baru Satu Yang Lengkap, Tiga di Tangan Penyidik Ditjen Pajak

Penyelesaian kasus pajak PT Asian Agri belum lancar. Di antara empat berkas perkara yang diprioritaskan segera maju ke pengadilan, baru satu berkas yang dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Untuk tiga berkas lainnya, Kejagung masih menunggu penyidik Ditjen Pajak.

''Akan kami tanyakan lagi karena ada tiga lagi yang rencananya dilimpahkan,'' kata Wakil Jaksa Agung Darmono kemarin (21/8).

Pemberian Grasi Terkesan Obral dan Serampangan

Hakim MK Kritik Keras Langkah Menkum HAM

Kebijakan pemberian remisi, grasi, dan pembebasan bersyarat (PB) kepada para koruptor terus menuai kecaman. Hakim konstitusi (Mahkamah Konstitusi) Akil Mochtar menilai pemerintah tak memiliki kriteria jelas.

''Jangan itu diberikan sebagai hadiah yang dibagikan secara royal kepada semua terpidana. Harus ada syarat ketat yang berlandasan kriteria tertentu,'' katanya kemarin.

Ke Mana Rekening Gendut Polri?

Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang diungkap ke publik akan keberadaan rekening gendut sejumlah petinggi Polri tidak menemukan penyelesaian apa pun.

Klarifikasi yang disampaikan ke hadapan publik (16/7/2010) seolah-olah menjadi penyelesaian dan pembenaran sepihak Polri akan keberadaan rekening tersebut. Hasil ini dianggap final oleh Kapolri dan tidak akan berlanjut ke arah penyelidikan.

Timbunan Korupsi Republik

Sejarah korupsi dan kolusi penguasa-pengusaha di Indonesia rupanya telah berlangsung sejak sebelum berdirinya Republik Indonesia 65 tahun lalu.

Sesudah kemerdekaan, hanya berganti aktor saja. Dari bentang kekuasaan politik ini muncul sejumlah kelompok yang di dalamnya berlangsung praktik penimbunan korupsi.

Menolak Remisi untuk Koruptor

Pemerintah masih setengah hati dalam upaya pemberantasan korupsi. Buktinya, beberapa terpidana kasus korupsi mendapat remisi dalam rangka HUT ke-65 Republik Indonesia.

Beberapa koruptor yang mendapat remisi adalah Aulia Tantowi Pohan (korupsi aliran dana BI), mantan Bupati Kendal Hendy Boedoro (terpidana korupsi APDB Kendal), dan Artalyta Suryani (terpidana suap terhadap jaksa).

Call Data Record Ary-Ade; Presiden Minta Polisi Transparan

Seharusnya aparat penegak hukum mengejar rekaman pembicaraan itu.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta kepolisian menjelaskan kepada publik perihal keberadaan call data record (CDR) atau rekam data transaksi komunikasi Ary Muladi dengan Ade Rahardja dalam kasus upaya penyuapan terhadap pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi.

“Semua itu harus bisa dijelaskan kepada publik secara transparan dan akuntabel,” kata juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, di kantor Presiden kemarin.

Berkas Gayus Tambunan Lengkap

Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara bekas pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Gayus Halomoan Tambunan, sudah lengkap atau P-21. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Babul Khoir Harahap menyatakan perkara ini siap disidangkan di pengadilan.

"Tersangka Gayus Halomoan Tambunan disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat 1 atau Pasal 56 KUHP," kata Babul kemarin.

Sejumlah Politikus Muda Belum Laporkan Kekayaan

Hingga kemarin masih ada 19 anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang belum melaporkan harta dan kekayaannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Dari nama-nama yang belum setor, terdapat sejumlah politikus muda dari berbagai fraksi di DPR.

Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan dari 560 anggota DPR, 96,61 persen sudah melaporkan kekayaannya. Di Dewan Perwakilan Rakyat, tinggal 19 orang belum menyerahkan data hartanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi.

Subscribe to Subscribe to