Pemerintah Beri Remisi dan Grasi Narapidana saat Idul Fitri

Diberikan saat Idul Fitri

Pemerintah akan kembali memberikan remisi dan grasi kepada para narapidana (napi) muslim pada Hari Raya Idul Fitri. Tak terkecuali bagi para napi koruptor seperti yang terjadi pada HUT Ke-65 Proklamasi Kemerdekaan RI, 17 Agustus lalu. Pemerintah beralasan, remisi dan grasi merupakan hak napi sesuai prosedur hukum.

Karena itu, Menkum dan HAM Patrialis Akbar membantah pemberian remisi dan grasi tersebut merupakan kebijakan yang berlebihan. ''Saya tidak mengobral remisi dan grasi. Tapi, yang saya lakukan sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku,'' tegasnya di Rutan Cipinang kemarin (3/9).

Menurut dia, pemberian remisi dan grasi tersebut sudah berdasar kajian serta rapat berbagai pihak yang bertugas di Ditjen Lapas. Keputusan dalam memberikan remisi dan grasi tersebut juga sudah didukung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). ''Presiden memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Kendati demikian, beliau tidak ikut campur dalam masalah hukum,'' ungkapnya.

Belum ada penjelasan resmi siapa saja napi yang akan mendapat keringanan hukuman hingga pembebasan bersyarat itu. Termasuk, para napi koruptor yang kini tinggal di hotel prodeo tersebut. Yang jelas, pemerintah pernah menegaskan tidak akan memberikan remisi dan pengampunan kepada para koruptor.

Namun, kenyataannya, 17 Agustus lalu, pemerintah memberikan remisi dan grasi kepada puluhan koruptor kelas kakap, termasuk besan Presiden SBY, Aulia Pohan.

Menanggapi masalah pemimpin Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Solo, Abu Bakar Ba'asyir yang dilarang menjalankan ibadah, Patrialis membantah isu tersebut. Sebab, tegas dia, ibadah merupakan hak bagi setiap warga Indonesia yang memiliki keyakinan. ''Bukan hanya muslim yang mendapatkan hak ibadahnya, umat agama lain yang diakui di Indonesia pun memiliki hak ibadah yang sama,'' tegasnya.

Karena itu, pada sepuluh hari terakhir Ramadan ini, para napi muslim dipersilakan menjalankan salat iktikaf di masjid rutan. Jadi, mereka tidak hanya menjalankan puasa dan salat Tarawih.

Menurut Patrialis, Ramadan merupakan momen yang sangat tepat untuk mempererat kedekatan umat muslim di mana pun, termasuk warga binaan di rutan, terhadap Tuhannya. ''Warga binaan dipersilakan melakukan iktikaf di masjid,'' katanya.

Kendati demikian, menteri dari PAN itu meminta para napi tidak menyalahgunakan kesempatan tersebut. Terlebih sampai membuat onar. ''Saya berharap kesempatan itu bisa dimanfaatkan sebaik mungkin untuk lebih dekat kepada Allah,'' ungkapnya.

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menolak tegas pemberian remisi khusus saat Lebaran, terutama bagi koruptor. Peneliti hukum ICW Donal Fariz menilai, pemberian remisi khusus pada Lebaran menambah daftar panjang kesalahan yang dibuat pemerintah.

''Kalau pemerintah ngotot memberikan remisi khusus bagi koruptor, mereka benar-benar melakukan kesalahan besar,'' ujar Donal ketika dihubungi Jawa Pos kemarin (3/9).

Donal menuturkan, pemberian remisi tidak tepat di tengah maraknya kasus kejahatan korupsi. Menurut dia, pemerintah semestinya melakukan tindakan yang represif, bukan justru mengurangi hukuman bagi koruptor. ''Pemberian remisi tersebut bisa menyuburkan praktik-praktik korupsi,'' katanya.

Apalagi, lanjut dia, pemberian remisi tidak hanya mempertimbangan aspek normatif. Pemerintah juga perlu melihat dampaknya dari perspektif lebih luas. Dia menilai aspek kemanusiaan yang bisa dijadikan pertimbangan tidak memiliki ukuran jelas. ''Ukurannya abstrak sehingga sering ditafsirkan sepihak oleh kelompok-kelompok tertentu. Yang jelas, remisi ini sama sekali tidak memberikan efek jera bagi tahanan koruptor,'' tegasnya. (mos/ken/c5/c1/ari/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 4 September 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan