Pelantikan Jefferson Rumajar sebagai Wali Kota Tomohon, Sulawesi Utara, merupakan olok-olok demokrasi dengan mengatasnamakan hukum dan undang-undang. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat harus segera mencari jalan keluar agar peristiwa serupa tidak terulang,
”Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah harus segera direvisi untuk mencegah terulangnya olok-olok demokrasi seperti dalam kasus Jefferson. Syarat utama pejabat publik harus tidak bermasalah,” kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Akbar Faizal, Minggu (9/1) di Jakarta.
Penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam pemberantasan korupsi, dinilai mulai mengarah kepada kehancuran dan kebangkrutan. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak boleh membiarkannya dan harus melakukan intervensi untuk mencegah kehancuran dan kebangkrutan hukum itu.
”Dengan kewenangan yang diberikan konstitusi, Presiden wajib melakukan intervensi untuk menjebol kemacetan hukum, khususnya dalam pemberantasan korupsi dan mata rantainya,” ujar Rais Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masdar F Mas’udi, Sabtu (8/1) di Jakarta.
Pertanggungjawaban atas berbagai kasus buruknya pengelolaan rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan tidak bisa dibebankan begitu saja kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar. Karut-marut di LP dan rutan merupakan warisan masa lalu dan tidak mudah dibenahi dalam waktu singkat.
Andai Gayus HP Tambunan sejenis maling guno—sesosok Robin Hood yang sengaja melanggar hukum untuk membuktikan kebobrokan tatanan penegakan hukum—rangkaian akrobatnya mungkin sudah patut diacungi dua jempol. Gerak pikatannya seakan memukat keluar kebusukan jejalin korupsi, kolusi, dan nepotisme para aparat di hampir segenap jajaran penegakan tertib dan hukum di negeri ini, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, perpajakan, hingga sekarang juga imigrasi.
Ketergantungan klub-klub sepakbola Indonesia pada dana Anggaran Penerimaan dan Pendapatan Daerah (APBD), membuat pengelolaan tim menjadi tidak profesional. Banyaknya pejabat daerah yang menjadi pengelola tim juga membuat klub sepakbola rentan menjadi kendaran politik.
Rrrrruaaaarr biasa! Dua kata itu amat tepat untuk menggambarkan sepak terjang mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Halomoan Partahanan Tambunan dalam mengelabui hampir semua lini aparat penegak hukum dari kejaksaan, kepolisian, hingga kehakiman, bahkan aparat imigrasi.
Gayus tepat pula untuk dijuluki sebagai ”Man of The Year 2010” karena sepanjang tahun itu tak putus-putusnya media di Tanah Air memberitakan kasus megaskandal pajak yang melibatkan Gayus.
Rrrrruaaaarr biasa! Dua kata itu amat tepat untuk menggambarkan sepak terjang mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Gayus Halomoan Partahanan Tambunan dalam mengelabui hampir semua lini aparat penegak hukum dari kejaksaan, kepolisian, hingga kehakiman, bahkan aparat imigrasi.
Gayus tepat pula untuk dijuluki sebagai ”Man of The Year 2010” karena sepanjang tahun itu tak putus-putusnya media di Tanah Air memberitakan kasus megaskandal pajak yang melibatkan Gayus.
Berita perjalanan misterius Gayus HP Tambunan ke sejumlah negara, sekitar September 2010, menjadi tamparan hebat pada awal tahun 2011. Dalam konteks apa pun, tamparan ini jauh lebih hebat jika dibandingkan dengan berita pelesiran Gayus ke Bali pada awal November tahun lalu.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar memastikan, Kantor Imigrasi Jakarta Timur secara resmi tak pernah mengeluarkan paspor atas nama Sony Laksono. Data pada paspor Sony Laksono, dengan foto mirip mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan, juga palsu.
Patrialis, Kamis (6/1) di Jakarta, mengakui pula, paspor atas nama Sony Laksono asli, tetapi prosesnya tak dilakukan di kantor imigrasi mana pun. Banyak kejanggalan dalam paspor itu.