Artalyta Bebas 27 Januari
Terpidana kasus suap pada jaksa, Artalyta Suryani alias Ayin, akan mendapatkan pembebasan bersyarat pada 27 Januari 2011 karena pada saat itu Artalyta telah menjalani dua per tiga dari masa pidananya.
Penjelasan Pasal 14 Ayat 1 huruf (k) Undang-Undang No 12/1995 tentang Pemasyarakatan mengatur, narapidana yang telah menjalani dua pertiga dari masa hukuman berhak memperoleh pembebasan bersyarat.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar di Jakarta, Selasa (11/1), menuturkan, masa pembebasan bersyarat untuk Artalyta akan jatuh pada bulan ini. ”Ini normal, mengikuti perjalanan masa tahanan seperti biasa,” kata dia. Ia juga memastikan, sampai Selasa, Artalyta masih di dalam Lembaga Pemasyarakatan Wanita, Tangerang.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiyono menambahkan, meski tak ada pemberian remisi untuk Artalyta pada 2010, masa pidananya memasuki dua per tiga dari masa pidana yang harus dijalani pada 27 Januari.
Namun, Untung menegaskan, ia hingga kini belum mengambil keputusan apa pun terkait hak pembebasan bersyarat bagi Artalyta. Saat ini dia masih melihat pendapat masyarakat melalui uji publik yang akan dilakukannya.
Kuasa hukum Artalyta, OC Kaligis, memastikan akan mengajukan pembebasan bersyarat Januari ini. ”Itu hak Ayin. Apalagi, selama ini ia berkelakuan baik dan tak merugikan keuangan negara. Tak ada alasan untuk menolak pembebasan bersyaratnya,” kata dia.
Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi mempertanyakan rencana pembebasan bersyarat bagi Artalyta. KPK menginginkan syarat pembebasan bersyarat untuk terpidana perkara korupsi diperketat. ”Sikap KPK jelas. Kami pernah mengusulkan agar Kemhuk dan HAM memperketat syarat pembebasan bersyarat dan pemberian remisi kepada napi korupsi. Apalagi, Artalyta juga bermasalah di tahanan,” kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa.
Menurut Untung, pemberian pembebasan bersyarat bukan sepenuhnya kewenangan Dirjen Pemasyarakatan. Dirjen memerhatikan masukan Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP). Khusus napi pidana khusus, seperti pembalakan liar, korupsi, terorisme, dan narkotika, TPP melibatkan Densus 88, KPK, dan Kejaksaan Agung. Sayangnya, perwakilan KPK tak pernah hadir dalam sidang TPP, termasuk saat membahas pembebasan bersyarat untuk Artalyta. ”Desember lalu pernah dibahas, tetapi pembahasannya ditunda. Jadi, belum ada keputusan,” ujar Untung.
Terkait adanya kabar remisi umum bagi Artalyta sebesar 2 bulan 20 hari terkait peringatan 17 Agustus, Patrialis dan Untung menegaskan, hal itu tidak benar. ”Tidak ada remisi umum untuk Artalyta. Jika ada, berarti dia sudah keluar dong,” kata Patrialis. (fer/aik/ana/tra)
Sumber: Kompas, 12 Januari 2011